Dailynesia.co – Mumifikasi adalah tradisi pemakaman yang tidak hanya terkenal di Mesir kuno tetapi juga dilakukan oleh beberapa suku di dunia, termasuk Suku Asmat di Papua, Indonesia.
Tradisi ini memiliki keunikan tersendiri dan sarat dengan makna budaya yang mendalam.
Suku Asmat dikenal dengan cara mereka mengawetkan jenazah layaknya mumi, yang menunjukkan penghormatan tinggi terhadap tokoh-tokoh penting dalam komunitas mereka.
Baca juga: Cara Cek Siswa Penerima KJP Plus Agustus 2024, Ada Bantuan Hingga Rp420 Ribu
Proses Mumifikasi Suku Asmat
Dikutip dari Kemenparekraf.go.id, Tidak semua orang bisa dijadikan mumi oleh Suku Asmat.
Mumifikasi biasanya dilakukan kepada mereka yang memiliki kedudukan tertinggi, seperti kepala suku atau panglima perang.
Proses ini diawali dengan mengolesi tubuh jenazah dengan ramuan alami tertentu. Ramuan ini terbuat dari bahan-bahan tradisional yang dipercaya dapat mengawetkan tubuh jenazah dengan baik.
Setelah diolesi ramuan, jenazah kemudian ditempatkan di atas perapian untuk melalui proses pengasapan secara perlahan.
Proses ini berlangsung bertahun-tahun hingga tubuh jenazah berubah warna menjadi hitam.
Pengasapan bukan hanya berfungsi untuk mengawetkan tubuh, tetapi juga merupakan bagian dari ritual yang sakral dan penuh makna.
Baca juga: Garuda Indonesia Tambah Penerbangan ke Pangkalpinang, Ini Tujuannya!
Penghormatan kepada Mumi
Setelah proses mumifikasi selesai, jenazah yang telah diawetkan akan dipajang di depan rumah adat Suku Asmat.
Mumi tersebut ditempatkan di tempat yang dihormati dan dijaga dengan baik. Ketika ada acara-acara penting seperti ritual adat.
Mumi tersebut akan didudukkan menghadap banyak orang guna mengenang jasanya dan memberikan penghormatan terakhir.
Tradisi ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada yang telah meninggal, tetapi juga sebagai pengingat bagi generasi muda akan pentingnya menghargai leluhur dan mempertahankan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan.
Baca juga: Pulau Komodo, Keindahan yang Memikat Hati Selebriti Dunia
Tradisi Pemakaman Suku Dayak Ngaju
Selain Suku Asmat, tradisi pemakaman unik juga dilakukan oleh Suku Dayak Ngaju di Kalimantan.
Tradisi pemakaman Dayak Ngaju digelar selama tiga hari hingga satu bulan penuh. Prosesi ini dimulai dengan membangun Sandung Rahung, sebuah tempat untuk menyimpan tulang.
Selanjutnya, kerbau disiapkan dan diikat di dekat Sandung Rahung. Di akhir ritual, arwah akan melakukan perjalanan menuju Lewu Tatau, diiringi dengan prosesi pengurbanan kerbau dengan cara ditombak.
Tradisi ini juga penuh dengan nilai-nilai spiritual dan sosial yang tinggi. Pengurbanan kerbau tidak hanya sebagai persembahan kepada roh leluhur tetapi juga sebagai simbol keberanian dan kekuatan bagi komunitas Dayak Ngaju.
Signifikansi Budaya Mumifikasi
Tradisi mumifikasi yang dilakukan oleh Suku Asmat menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara mereka dengan leluhur dan pemimpin yang telah meninggal.
Proses ini bukan hanya sekadar cara untuk mengawetkan tubuh, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan tertinggi yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar dalam komunitas.
Mumifikasi juga menjadi bagian dari identitas budaya yang unik dan memperkaya warisan budaya Indonesia.
Tradisi ini mengajarkan kita untuk selalu menghormati leluhur dan menghargai nilai-nilai budaya yang telah ada sejak dahulu kala.
Mumifikasi Suku Asmat adalah tradisi pemakaman yang penuh dengan makna dan nilai budaya yang tinggi.
Proses pengawetan jenazah dengan cara pengasapan dan penggunaan ramuan alami menunjukkan betapa besarnya penghormatan yang diberikan kepada tokoh-tokoh penting dalam komunitas.
Tradisi ini tidak hanya mengawetkan tubuh tetapi juga menjaga warisan budaya yang berharga bagi generasi mendatang.
Mengunjungi Papua dan menyaksikan langsung tradisi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kekayaan budaya Indonesia dan betapa pentingnya menjaga dan melestarikan warisan tersebut.
Tradisi mumifikasi Suku Asmat adalah salah satu contoh bagaimana budaya dan tradisi lokal dapat memberikan nilai yang tak ternilai bagi kehidupan kita.