Dailynesia.co – Tanam Sasi adalah salah satu tradisi unik yang masih dilestarikan di Merauke, Papua.
Upacara adat ini memiliki makna mendalam dalam kehidupan masyarakat setempat, terutama sebagai salah satu cara untuk menghadapi kematian yang sering kali membawa duka mendalam.
Dalam konteks budaya dan tradisi, Tanam Sasi tidak hanya menjadi simbol penghormatan kepada mereka yang telah berpulang, tetapi juga sebagai cara untuk mengurangi angka kematian di komunitas tersebut.
Baca juga: Menikmati Keindahan Alam Coban Rondo: Surga Tersembunyi di Malang Raya
Makna dan Filosofi Tanam Sasi
Dikutip dari UICI.ac.id, Sasi, dalam bahasa setempat, merujuk pada sejenis kayu yang digunakan dalam upacara ini.
Kayu ini bukanlah sembarang kayu, melainkan memiliki nilai simbolis yang tinggi.
Upacara ini biasanya dilakukan setelah seseorang meninggal dunia dan telah mencapai masa 40 hari.
Pada momen ini, kayu sasi akan ditanam di lokasi tertentu, biasanya di pekarangan rumah atau di tempat yang dianggap suci oleh keluarga yang ditinggalkan.
Kayu sasi ini kemudian akan dibiarkan tertanam hingga mencapai masa 1000 hari sejak kematian. Setelah 1000 hari berlalu, kayu sasi ini akan dicabut kembali.
Proses ini dipercaya oleh masyarakat Merauke sebagai cara untuk mengendalikan dan mengurangi kematian yang terjadi dalam keluarga atau komunitas.
Baca juga: Duh! Pemotor di Cimahi Ramai-Ramai Lewati Jalanan Baru Dicor, Bikin Netizen Geram
Proses Pelaksanaan Tanam Sasi
Pelaksanaan upacara ini dimulai dengan persiapan kayu sasi yang akan digunakan dalam upacara.
Kayu ini biasanya dipilih dari jenis pohon tertentu yang diyakini memiliki kekuatan spiritual.
Setelah kayu dipilih, keluarga yang berduka akan mengadakan upacara kecil untuk memohon restu dari leluhur dan roh penjaga agar upacara ini berjalan lancar dan memberikan hasil yang diharapkan.
Pada hari ke-40 setelah kematian, keluarga akan menggelar upacara penanaman sasi. Kayu sasi ini ditanam dengan penuh khidmat, disertai doa dan ritual tertentu yang dipimpin oleh tokoh adat atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan spiritual tinggi.
Setelah ditanam, kayu sasi ini akan dijaga dan dirawat dengan baik oleh keluarga yang bersangkutan.
Pada hari ke-1000, keluarga kembali menggelar upacara untuk mencabut kayu sasi yang telah tertanam.
Proses pencabutan ini juga dilakukan dengan penuh kehormatan, karena dianggap sebagai simbol pembebasan roh almarhum dari ikatan dunia.
Dengan pencabutan kayu sasi ini, diharapkan bahwa siklus kematian yang berulang dapat dihentikan atau setidaknya dikurangi.
Baca juga: KJP Agustus 2024 Sudah Cair, Lebih dari 500 Ribu Siswa Terima Bantuan
Pengaruh Tanam Sasi Terhadap Masyarakat Merauke
Tradisi Tanam Sasi memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat Merauke.
Upacara ini tidak hanya menjadi sarana untuk mengatasi duka, tetapi juga sebagai media untuk mempererat hubungan antaranggota keluarga dan komunitas.
Melalui Tanam Sasi, masyarakat Merauke diajarkan untuk selalu menghormati leluhur dan menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan alam spiritual.
Selain itu, Tanam Sasi juga mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas. Dalam proses pelaksanaannya, seluruh anggota keluarga dan masyarakat sekitar biasanya ikut serta dalam upacara ini.
Mereka berkumpul untuk memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka, sekaligus berpartisipasi dalam menjaga tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam perspektif yang lebih luas, Tanam Sasi juga merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Di tengah arus modernisasi yang sering kali mengikis nilai-nilai tradisional, upacara seperti Tanam Sasi menjadi pengingat bahwa ada hal-hal dalam budaya yang memiliki makna mendalam dan tak ternilai harganya.
Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Merauke juga turut melestarikan warisan budaya mereka yang kaya dan unik.
Baca juga: PT Metro Nusantara Bahari Kantongi Izin Keamananan Fasilitas Pelabuhan dari Kemenhub RI
Upaya Pelestarian Tanam Sasi di Era Modern
Namun, seperti banyak tradisi lainnya, Tanam Sasi juga menghadapi tantangan di era modern ini.
Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi di Papua, termasuk di Merauke, mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap tradisi ini.
Banyak generasi muda yang mulai meninggalkan tradisi ini karena pengaruh budaya luar dan gaya hidup modern.
Oleh karena itu, upaya pelestarian Tanam Sasi perlu dilakukan secara berkelanjutan. Pemerintah daerah, bersama tokoh adat dan masyarakat setempat, dapat bekerja sama untuk mengedukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga tradisi ini.
Pendidikan tentang nilai-nilai budaya lokal juga bisa dimasukkan dalam kurikulum sekolah agar generasi penerus tetap menghargai dan melestarikan warisan budaya mereka.
Selain itu, promosi budaya Tanam Sasi juga bisa dilakukan melalui media sosial dan platform digital lainnya.
Dengan memanfaatkan teknologi, tradisi ini dapat dikenal lebih luas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di kancah internasional.
Dokumentasi visual dan cerita-cerita tentang Tanam Sasi bisa menjadi konten yang menarik untuk dipromosikan kepada khalayak luas.
Tanam Sasi adalah salah satu upacara adat yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Merauke. Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini adalah cerminan dari nilai-nilai kehidupan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap leluhur.
Di tengah tantangan modernisasi, pelestarian tradisi seperti Tanam Sasi menjadi penting untuk menjaga identitas budaya dan warisan leluhur yang kaya.
Dengan upaya bersama, tradisi Tanam Sasi akan terus hidup dan memberikan makna bagi generasi mendatang.