Dailynesia.co – Kebijakan food estate beralih ke Papua menimbulkan pertanyaan besar tentang risiko yang diabaikan.
Setelah kegagalan proyek serupa di Kalimantan, Papua kini dijadikan target baru. Namun, proyek ambisius ini mengabaikan masalah mendasar seperti infrastruktur yang minim, biaya logistik yang tinggi, dan ancaman kerusakan lingkungan.
Apakah kebijakan ini benar-benar solusi bagi masalah ketahanan pangan atau hanya eksperimen baru yang akan mengorbankan Papua?
Kegagalan Food Estate di Kalimantan: Apa yang Salah?
Proyek food estate di Kalimantan telah menghadapi berbagai kendala sejak awal. Salah satu masalah utamanya adalah kondisi tanah yang kurang subur, terutama karena sifat gambut yang tidak ideal untuk pertanian skala besar.
Tanah yang rapuh, ekskavator yang tenggelam, serta hasil panen yang tidak sesuai harapan menjadi bukti nyata kegagalan proyek ini.
Dengan kondisi tersebut, pertanyaan besarnya adalah, mengapa Papua dipilih sebagai alternatif, meskipun tantangan infrastrukturnya juga signifikan?
Baca juga: Lindungi Kesehatan Anda dengan 5 Tips Sehat Menghadapi Musim Hujan
Food Estate Beralih ke Papua: Eksperimen atau Solusi Nyata?
Papua kini menjadi pilihan utama untuk melanjutkan proyek food estate. Dengan lahan yang flat dan lebih subur dibanding Kalimantan, pemerintah yakin bahwa Papua memiliki potensi besar untuk pertanian.
Namun, masalah aksesibilitas dan minimnya infrastruktur membuat proyek ini tampak lebih seperti eksperimen yang dipaksakan daripada solusi yang matang.
Keterlibatan swasta dalam proyek ini, khususnya untuk pembangunan infrastruktur, memperlihatkan risiko besar yang dapat membebani masyarakat lokal.
Food Estate Beralih ke Papua memunculkan banyak pertanyaan kritis. Apakah pemerintah telah memikirkan dampak jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat setempat?
Atau justru Papua hanya menjadi lahan uji coba baru yang berisiko menghadapi kegagalan yang sama dengan Kalimantan?