Dailynesia.co – Indonesia, negara yang dikenal dengan kekayaan sumber daya alam, ternyata terjadi 3.68 juta ton air kelapa terbuang sia-sia yang menjadi masalah serius.
Kerugian yang ditimbulkan dari pemborosan ini tidak main-main, dengan estimasi mencapai US$5,25 miliar atau sekitar Rp79,65 triliun.
Siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas situasi yang memprihatinkan ini?
Baca juga: Apa Saja Produk Google Inc? Ini 4 yang Paling Helpful
Konsekuensi dari 3.68 Juta Ton Air Kelapa Terbuang yang Mengancam Potensi Ekonomi
Gabungan Pengusaha Nata de Coco Indonesia (GAPNI) mengungkapkan fakta mencengangkan ini dalam acara Peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Kelapa.
Ketua GAPNI, Derri Kusuma, menjelaskan bahwa sekitar 52,34% pemanfaatan kelapa saat ini masih terfokus pada produksi kopra untuk minyak kelapa.
Proses pengolahan ini tidak memanfaatkan air kelapa yang seharusnya bisa diolah menjadi produk bernilai tinggi.
Air kelapa, yang sering dianggap limbah, memiliki potensi besar yang belum digali.
Negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam telah memanfaatkan air kelapa menjadi produk non-makanan, mulai dari masker wajah hingga bahan baku industri fashion.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia tertinggal jauh dalam hal inovasi dan hilirisasi produk kelapa.
Baca juga: Kontroversi Produk Bernama Tuyul dan Wine: Lelucon atau Kesalahan Kebijakan?
Tantangan Hilirisasi dan Inovasi
Ada berbagai tantangan yang menghalangi hilirisasi produk turunan kelapa. Pertama, distribusi sumber daya yang tidak merata.
Sumber air kelapa banyak terdapat di daerah terpencil, sementara tenaga kerja terampil lebih banyak tersedia di Pulau Jawa.
Hal ini menciptakan kesenjangan dalam pengolahan dan pengembangan industri kelapa di berbagai daerah.
Kedua, teknologi yang kurang optimal. Sebagian besar industri pengolahan air kelapa masih didominasi oleh usaha rumah tangga yang kurang memiliki kapasitas untuk melakukan inovasi.
Dengan teknologi yang tepat, air kelapa yang selama ini terbuang dapat diubah menjadi produk bernilai tinggi, meningkatkan devisa negara, dan memperbaiki kesejahteraan petani kelapa.
Baca juga: Tahapan Seleksi PPPK 2024 Terungkap, Salah Satunya Kompetensi
Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Dengan potensi kerugian mencapai Rp79,65 triliun, menjadi pertanyaan besar: siapa yang harus bertanggung jawab atas pemborosan ini?
Apakah pemerintah yang kurang memberikan perhatian dalam pengembangan industri kelapa?
Atau para pengusaha yang tidak mau berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan pasar?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu ada kerjasama antara pemerintah, swasta, dan komunitas petani dalam mengembangkan strategi hilirisasi yang lebih efektif.
Ke depannya, Indonesia harus berani untuk mengeksplorasi potensi air kelapa dan menciptakan produk baru yang tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan.
Pemborosan 3.68 juta ton air kelapa terbuang adalah sebuah ironi dalam konteks kekayaan alam Indonesia.
Dengan potensi besar yang ada, tidak seharusnya hal ini dibiarkan terus berlanjut.
Diperlukan tindakan nyata dari semua pihak untuk mengambil tanggung jawab dan mengubah tantangan ini menjadi peluang.
Kesejahteraan petani kelapa dan kemajuan industri nasional bergantung pada keputusan yang kita ambil hari ini.
Jika tidak, kerugian triliunan yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan taraf hidup masyarakat akan terus terbuang sia-sia.