Dailynesia.co – Ketika bicara tentang sistem pensiun di Indonesia, kebijakan mengenai DPR kerja 5 tahun dapat pensiun seumur hidup tampaknya adalah salah satu contoh ironi yang sangat menyakitkan.
Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat, yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat, justru diistimewakan dengan dana pensiun besar setelah masa tugas yang terbilang singkat?
Baca juga: Inggris Resmi Tinggalkan Batu Bara Setelah 140 Tahun: Bagaimana Transisi Energi Hijau Dimulai?
Adilkah Kebijakan DPR Kerja 5 Tahun Dapat Pensiun Seumur Hidup?
Sesuai dengan Surat Menteri Keuangan No S-520/MK/02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, anggota DPR berhak menerima pensiun sebesar 60% dari gaji pokok, bahkan jika mereka hanya bertugas selama satu periode, yakni lima tahun.
Mereka yang merangkap ketua menerima Rp3,02 juta per bulan, sementara anggota biasa menerima Rp2,52 juta per bulan.
Bukan hanya pensiun, anggota DPR juga mendapatkan tunjangan hari tua sebesar Rp15 juta yang diberikan satu kali.
Tidak hanya anggota DPR, bahkan jika seorang anggota DPR meninggal, pasangannya pun tetap berhak menerima separuh dari dana pensiun tersebut.
Sebaliknya, nasib rakyat biasa sungguh jauh dari kenyataan ini. Rakyat harus bekerja selama puluhan tahun dan memenuhi syarat rumit untuk mendapatkan dana pensiun yang sangat terbatas.
Sementara itu, anggota DPR bisa hidup nyaman dengan “jaminan hidup” hanya setelah lima tahun kerja. Perbedaan ini bukan hanya soal angka, tapi soal keadilan yang terasa sangat timpang.
Baca juga: Rugi Triliunan! 3.68 Juta Ton Air Kelapa Terbuang, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Enaknya di Kursi Empuk, Negara Jadi ATM
Kebijakan “DPR Kerja 5 Tahun Dapat Pensiun Seumur Hidup” ini sangat menunjukkan bagaimana sistem politik kita memberikan terlalu banyak keistimewaan kepada para elit.
Dengan pekerjaan yang kadang dipertanyakan kebermanfaatannya, mereka tetap mendapatkan hak istimewa berupa pensiun, yang pada dasarnya dibiayai dari uang rakyat.
Ini menjadikan negara seperti ATM bagi mereka, sementara rakyat yang mereka wakili justru sulit mengakses jaminan yang seharusnya bisa memberikan kesejahteraan.
Kenyataan ini mengisyaratkan ketidakadilan dalam pembagian hak dan kewajiban. Anggota DPR, yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat dan menggunakan jabatannya untuk kepentingan bersama, justru lebih sibuk memperkuat kenyamanan mereka sendiri.
Dari tunjangan hingga fasilitas, mereka menikmati segalanya tanpa khawatir akan nasib setelah masa tugas.
Namun, apakah mereka sungguh-sungguh melakukan tugas mereka sebagai perwakilan rakyat?
Baca juga: Apa Saja Produk Google Inc? Ini 4 yang Paling Helpful
Rakyat di Bawah Bayang-Bayang Keistimewaan DPR
Di sisi lain, para pensiunan rakyat biasa, terutama mereka yang bekerja di sektor informal, harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari setelah memasuki usia senja.
Jaminan pensiun sering kali hanya menjadi angan-angan. Mereka tidak memiliki hak yang sama, dan harus bergantung pada tabungan yang sangat terbatas atau bantuan dari keluarga.
Dalam konteks ini, kebijakan pensiun DPR hanya menambah ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat luas.
Kebijakan DPR Kerja 5 Tahun Dapat Pensiun Seumur Hidup juga berisiko menurunkan motivasi untuk bekerja lebih keras dan berkontribusi lebih banyak.
Dengan pensiun seumur hidup sebagai jaminan, beberapa anggota DPR mungkin saja merasa tidak ada urgensi untuk benar-benar memberikan pelayanan publik yang maksimal selama masa jabatan mereka.
Sebaliknya, mereka lebih fokus pada pemenuhan kepentingan pribadi dan kelompok politik mereka.
Baca juga: Kontroversi Produk Bernama Tuyul dan Wine Lolos Sertifikat Halal: Lelucon atau Kesalahan?
Waktunya Mengubah Kebijakan Pensiun yang Tak Adil
Adakah urgensi untuk memberikan pensiun seumur hidup kepada anggota DPR yang hanya bekerja lima tahun?
Seberapa besar kontribusi mereka hingga mereka berhak menerima pensiun ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini sangat perlu dijawab. Ketika sistem pensiun di negara ini harus ditinjau ulang agar lebih adil dan berkeadilan sosial, kebijakan seperti ini justru semakin menjauhkan masyarakat dari harapan tersebut.
Sudah saatnya masyarakat mempertanyakan kebijakan yang hanya menguntungkan elit politik.
Anggota DPR seharusnya menjadi contoh dalam pengabdian, bukan justru menambah beban anggaran negara untuk hal yang tidak proporsional dengan kontribusinya.
Sistem pensiun harus diubah, sehingga hanya mereka yang benar-benar berkontribusi bagi negara yang mendapat penghargaan setimpal.