Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut: Sukses Pengendalian Harga atau Alarm Krisis yang Diabaikan?

Apakah deflasi selama lima bulan berturut-turut benar-benar menandakan keberhasilan pengendalian harga? Ataukah ini alarm krisis yang terabaikan?

Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut
Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut/Bisik

Dailynesia.co – Deflasi 5 bulan berturut-turut yang dialami Indonesia sejak Mei 2024 menimbulkan pertanyaan penting.

Apakah ini tanda keberhasilan pengendalian harga oleh pemerintah, atau justru peringatan krisis yang sedang diabaikan?

Sementara pemerintah dan Bank Indonesia menganggap bahwa deflasi ini mencerminkan stabilitas harga pangan yang positif, berbagai pakar dan ahli justru menyoroti risiko yang tersembunyi di baliknya.

Fenomena ini membutuhkan analisis kritis untuk memahami dampaknya terhadap perekonomian nasional, terutama dari sisi daya beli dan konsumsi masyarakat.

Baca juga: 3 Rekomendasi Kursus Mekanik Motor Gratis, Modal Sebelum Buka Bengkel

Indikator Pengendalian Harga atau Gejala Krisis?

Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut
Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut/VOI

Deflasi sering diartikan sebagai sinyal positif ketika harga-harga komoditas menurun, terutama pada sektor pangan.

Bank Indonesia dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai bahwa deflasi ini lebih disebabkan oleh peningkatan pasokan dan distribusi bahan pangan yang baik, serta turunnya harga komoditas tertentu seperti bawang merah dan daging ayam ras.

Pada pandangan mereka, deflasi bukanlah tanda melemahnya daya beli, melainkan bukti pengendalian harga yang berhasil.

Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh berbagai ahli ekonomi. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan ekonom Universitas Airlangga, Dr. Imron Mawardi, melihat deflasi ini sebagai indikasi penurunan daya beli masyarakat.

Imron mengingatkan bahwa deflasi lima bulan berturut-turut pernah terjadi di Indonesia pada masa-masa krisis besar, seperti pada 1999, 2008, dan 2020.

Hal ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan sektor konsumsi yang menjadi penopang utama perekonomian Indonesia.

Baca juga: KJP Plus Oktober 2024 Sudah Dicairkan, Nama Penerima Cek Di Mana?

Dampak Deflasi terhadap Daya Beli Masyarakat

Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut
Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut/VOI

Dalam konteks ekonomi Indonesia yang sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga, deflasi lima bulan berturut-turut menunjukkan adanya penurunan konsumsi.

Konsumsi rumah tangga yang tercatat hanya tumbuh sebesar 4,9% pada kuartal pertama dan kedua 2024 lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.

Ini mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat, yang dipicu oleh meningkatnya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Penurunan daya beli juga dirasakan oleh sektor usaha kecil dan menengah (UMKM). Beberapa pelaku UMKM melaporkan sepinya pembeli, yang mengindikasikan bahwa masyarakat kelas pekerja sudah tidak memiliki cukup uang untuk berbelanja.

Hal ini menjadi pertanda serius bahwa deflasi yang terjadi bukanlah hal yang dapat dianggap enteng, melainkan ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi nasional.

Baca juga: Cara Menghasilkan Uang Lewat Facebook Creator Video, Cuan Melimpah!

Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut: Kebijakan Pemerintah Cukup Efektif?

Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut
Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut/merdeka

Pemerintah menyatakan bahwa mereka tetap waspada terhadap data deflasi ini dan menganggap bahwa keseimbangan harga harus terus dijaga.

Namun, pertanyaannya adalah, apakah kebijakan pengendalian harga ini cukup efektif dalam jangka panjang?

Penurunan harga pangan yang berkelanjutan mungkin menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, tetapi tanpa ada peningkatan daya beli, deflasi bisa menjadi pedang bermata dua.

Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai bahwa fenomena deflasi selama lima bulan ini memperlihatkan ketidakmampuan masyarakat kelas pekerja untuk berbelanja.

Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Jika konsumsi terus menurun, maka pertumbuhan ekonomi akan terganggu, dan ini bisa memperburuk kondisi ketenagakerjaan yang sudah rentan akibat PHK massal di berbagai sektor.

Baca juga: Google Meet Download di Laptop untuk Pemula: 3 Langkah Mudah yang Wajib Anda Ketahui

Alarm Krisis yang Diabaikan?

Fenomena deflasi lima bulan berturut-turut ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada pengendalian harga, tetapi juga memastikan daya beli masyarakat tetap terjaga.

Program bantuan sosial, subsidi, serta kebijakan yang mendorong peningkatan pendapatan masyarakat menjadi krusial dalam menghadapi situasi ini.

Sebab jika daya beli terus melemah, maka efek jangka panjangnya bisa jauh lebih merugikan, termasuk menurunnya investasi di sektor konsumsi dan meningkatnya angka pengangguran.

Deflasi yang berulang kali dianggap sebagai keberhasilan pengendalian harga oleh pemerintah tidak boleh menutupi kenyataan pahit bahwa daya beli masyarakat sedang tertekan.

Sukses mengendalikan harga tidak cukup jika hal itu dilakukan di atas penderitaan masyarakat yang kehilangan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Deflasi lima bulan berturut-turut perlu disikapi dengan hati-hati. Pemerintah harus lebih proaktif menangani risiko melemahnya daya beli masyarakat agar tidak menambah krisis.

Pengendalian harga yang baik seharusnya tidak mengorbankan kesejahteraan rakyat.

Leave a Reply