Dailynesia.co – Aksi buang susu massal oleh para peternak sapi di Boyolali, Pasuruan, dan daerah lain di Jawa bukanlah sekadar protes emosional, ini adalah sinyal krisis yang menyelimuti sektor peternakan lokal.
Di tengah meningkatnya impor susu, para peternak mendapati serapan produk mereka oleh industri pengolahan susu kian dibatasi, dari 100-200 ton per hari menjadi hanya sekitar 40 ton.
Tanpa kepastian pasar dan perlindungan dari pemerintah, para peternak terpaksa membuang ratusan ton susu yang hanya bertahan 48 jam.
Mereka meminta perhatian pemerintah untuk menghentikan praktik yang mengabaikan keberlangsungan peternakan lokal.
Latar Belakang Aksi Buang Susu Massal Para Peternak Sapi
Menurut Dewan Persusuan Nasional (DPN), pembatasan serapan oleh industri ini terjadi akibat lemahnya regulasi yang mengatur kemitraan antara peternak dan pengolah susu.
Absennya peraturan yang efektif membuat industri lebih memilih susu impor ketimbang susu lokal.
Padahal, susu segar produksi dalam negeri berpotensi besar dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Seiring dengan dicabutnya Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1985 yang sebelumnya mengatur sektor persusuan, para peternak kini terombang-ambing tanpa jaminan pasar yang jelas.
Baca juga: Keistimewaan Setiap Kelas Tiket Garuda: Dari Economy hingga First Class
Dampak Terhadap Peternak Sapi Lokal
Para peternak, seperti diungkapkan Bayu Aji, seorang pengepul susu dari Pasuruan, menghadapi kerugian besar ketika susu hasil panen mereka tak lagi terserap.
Setiap harinya, ratusan ton susu segar harus dibuang karena ketidakmampuan pabrik menyerap jumlah yang biasa.
Di Boyolali, aksi protes “mandi susu” menjadi simbol kekecewaan mendalam atas sistem yang tidak berpihak pada peternak kecil.