Dailynesia.co – UI Tangguhkan Gelar Bahlil, keputusan yang mengejutkan setelah terungkapnya dugaan ketidakberesan dalam disertasi Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM dan Ketua Umum Partai Golkar.
Tudingan perjokian dan pencatutan nama Jatam mengemuka, memicu pertanyaan besar tentang sejauh mana integritas akademik dihormati di Indonesia.
Namun, apakah langkah UI Tangguhkan Gelar Bahlil ini merupakan upaya serius untuk menegakkan standar akademik, atau justru sekadar cuci tangan dari kontroversi yang lebih dalam?
Keputusan ini membuka babak baru dalam perdebatan mengenai kualitas pendidikan tinggi dan kejujuran dalam dunia akademis.
Baca juga: Bus Transjakarta Dilempar Batu oleh Pemotor, Kaca Depan Pecah
UI Tangguhkan Gelar Bahlil: Langkah Berani Atau Cuci Tangan?
Keputusan UI Tangguhkan Gelar Bahlil untuk menangguhkan gelar doktor Bahlil Lahadalia berdasarkan Peraturan Rektor Nomor 26 Tahun 2022 mencerminkan upaya universitas untuk menegakkan standar akademik yang lebih baik.
Namun, langkah ini juga memunculkan pertanyaan besar: apakah UI benar-benar berniat memperbaiki tata kelola akademik, atau ini hanya upaya cuci tangan setelah isu besar terkait dugaan penggunaan joki dalam disertasi Bahlil?
Beberapa pihak, terutama Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), menilai bahwa polemik ini lebih dari sekadar masalah akademik, melainkan juga terkait dengan moralitas dan integritas pejabat negara.
Kasus ini menunjukkan adanya kemungkinan praktik “joki” yang merusak esensi pendidikan tinggi dan membahayakan kualitas penelitian ilmiah.
Baca juga: Kolaborasi NewJeans dan Indomie Memicu Kontroversi: Indomie Bukan “Korean Ramyeon”!
Penyelidikan Etik UI dan Dampaknya terhadap Reputasi Akademik
Dewan Guru Besar UI telah berkomitmen untuk mengadakan sidang etik guna menyelidiki apakah terdapat pelanggaran dalam proses bimbingan disertasi Bahlil.
Sebuah langkah yang seharusnya bisa memperbaiki kualitas pendidikan di kampus tersebut. Namun, apakah ini cukup untuk memulihkan reputasi UI yang kini tercoreng?
Bahlil sendiri mengklaim bahwa kelulusannya bukanlah hal yang ditangguhkan, melainkan hanya ada beberapa revisi yang perlu diselesaikan.
Meskipun demikian, klaim ini tidak mengurangi ketegangan yang muncul di kalangan masyarakat, yang semakin mempertanyakan integritas proses akademik di Indonesia.
Baca juga: Prediksi Line Up Indonesia vs Jepang Kualifikasi Piala Dunia 2026, Kevin Diks Starter?
Reaksi Masyarakat dan Tuntutan untuk Pembatalan Gelar
Masyarakat, khususnya kelompok aktivis, tidak hanya menginginkan penangguhan gelar, tetapi juga mendesak agar gelar doktor Bahlil dibatalkan secara permanen.
Tuntutan ini didasarkan pada dugaan bahwa disertasi Bahlil mengandung unsur plagiarisme dan pencatutan tanpa izin, yang jelas melanggar prinsip-prinsip dasar akademik.
JATAM, yang merasa namanya dicatut tanpa izin dalam disertasi Bahlil, menuntut agar seluruh keterangan yang bersumber dari mereka dihapus.
Bahkan, mereka mengimbau agar UI melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh pemberian gelar doktor kepada pejabat negara, untuk memastikan tidak ada praktik serupa yang terjadi di masa depan.
Baca juga: Merinding! Anis Matta Serukan Aksi Nyata di KTT OKI, Ini 5 Usulan Penting untuk Palestina!
Sidang Etik: Menyelesaikan Masalah atau Memperburuk Reputasi?
Sidang etik yang akan dilakukan oleh Dewan Guru Besar UI menjadi titik krusial dalam menentukan apakah masalah ini akan berujung pada langkah konkret yang memperbaiki sistem akademik, atau hanya sebuah proses yang akan semakin memperburuk citra UI.
Sidang etik ini seharusnya bukan hanya tentang Bahlil, tetapi juga tentang bagaimana universitas sebagai lembaga pendidikan menangani masalah serupa di masa depan.
Tanpa pembenahan menyeluruh, langkah UI yang terkesan reaktif justru bisa memperburuk kredibilitas kampus di mata publik.
Langkah UI tangguhkan gelar Bahlil Lahadalia membuka banyak pertanyaan tentang integritas akademik dan kebijakan pendidikan di Indonesia.
Apakah ini benar-benar sebuah pertaubatan untuk memperbaiki tata kelola akademik, atau sekadar upaya cuci tangan untuk menghindari kecaman publik?
Yang jelas, ini bukan hanya soal satu disertasi, tapi soal bagaimana lembaga pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi praktik-praktik yang mencederai integritas dan moralitas akademik.
UI harus bertanggung jawab atas lebih dari sekadar penangguhan gelar; mereka harus menunjukkan komitmen untuk reformasi sejati dalam sistem pendidikan Indonesia.