“Dengan adanya efisiensi anggaran, dampaknya sangat terasa sekali,” katanya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perhotelan di Kota Batu menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Ketua PHRI Kota Batu, Sujud Hariadi, memprediksi bahwa rata-rata hotel di daerah tersebut akan kehilangan pendapatan antara 20 hingga 50%.
“Ini tentu membuat sektor pariwisata di Kota Batu, baik hotel maupun restoran, semakin berat ke depannya,” terangnya.
Baca juga: Ketidakpastian Pasar Batu Bara: Peran Tarif Trump dan Permintaan India
Mencari Peluang Baru di Tengah Kesulitan
Dalam menghadapi tantangan ini, para pengelola hotel berupaya mencari pasar lain. Sujud menyatakan bahwa mereka tengah mempromosikan hotel kepada sektor korporasi dan wisatawan reguler.
“Kerja sama dalam promosi pariwisata dilakukan saat situasi seperti ini, sehingga tidak mengandalkan tamu hotel dari kegiatan instansi pemerintahan saja,” tandasnya.
Sikap proaktif ini menunjukkan bahwa meskipun dampak kebijakan efisiensi anggaran cukup besar, pengelola hotel di Kota Batu tetap berusaha untuk beradaptasi dan menemukan sumber pendapatan baru.
Kemandirian dalam mencari pelanggan di luar segmen pemerintah menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan usaha.
Dampak efisiensi anggaran pemerintah Jakarta terhadap hotel di Kota Batu menjadi isu yang harus diperhatikan.
Pembatalan reservasi kegiatan pemerintah tidak hanya merugikan hotel, tetapi juga berdampak pada sektor pariwisata secara keseluruhan.
Namun, dengan strategi efisiensi anggaran yang tepat dan proaktif, pengelola hotel dapat menemukan cara untuk bertahan di tengah tantangan ini.