Dailynesia.co – Indonesia kembali dikonfirmasi oleh Badan Pangan Nasional (Bananas) bahwa harga beras RI konsisten paling tinggi di ASEAN.
Menurut Bank Dunia, harga beras Indonesia 20% lebih mahal dibandingkan negara tetangga.
Namun, di balik data ini, terdapat pertanyaan mendalam: Di mana letak kesalahan? Apakah ini hanya masalah biaya produksi, atau ada isu yang lebih struktural?
Baca juga: Digital Solutions: Kunci Sukses Bisnis di Era Digital
Biaya Produksi yang Membebani Petani
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bananas, Rachmi Widiriani, menyatakan bahwa tingginya harga beras disebabkan oleh biaya produksi yang melonjak, yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Pertama, biaya input seperti pupuk dan benih berkualitas tinggi semakin mahal. Petani yang berusaha meningkatkan hasil panen seringkali terjebak dalam memilih antara menggunakan bahan berkualitas atau berhemat demi kelangsungan hidup.
Kedua, kondisi cuaca yang tidak menentu akibat perubahan iklim turut memperburuk hasil panen.
Ketiga, kurangnya infrastruktur yang memadai untuk distribusi hasil pertanian memperpanjang rantai pasok, yang pada gilirannya mengakibatkan inflasi harga.
Baca juga: Data Pengguna E Commerce di Indonesia Terbaru dan Prediksi 2025-2027, Makin Cuan!
Harga Beras RI Konsisten Paling Tinggi di ASEAN
Sutarto Alimoeso dari Perpadi menjelaskan bahwa rantai pasok yang bertele-tele menjadi salah satu penyebab utama mahalnya harga beras.
Dari tangan petani ke konsumen, beras ini mengalami banyak sentuhan makelar, yang memperparah situasi.
Penyaluran yang tidak efisien dan adanya banyak perantara memperburuk posisi tawar petani.
Tanpa pengawasan yang ketat, para makelar ini mengambil keuntungan besar, meninggalkan petani dengan sisa yang tidak sebanding dengan usaha mereka.
Ironisnya, meskipun harga beras tinggi, keuntungan yang diterima petani tetap tidak berimbang, menciptakan ketidakadilan yang nyata dalam sistem pangan.