Dailynesia.co – Masa depan Palestina pasca-kemenangan Trump memunculkan kecemasan global, mengingat kebijakan pro-Israel yang pernah dilakukannya selama masa jabatan pertama.
Trump dikenal dengan pendekatan agresifnya dalam konflik Palestina-Israel, mulai dari memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem hingga mendukung aneksasi wilayah Tepi Barat.
Apakah terpilihnya Trump kembali akan menutup jalan menuju perdamaian atau malah mengundang resistensi yang lebih kuat dari Palestina dan sekutunya?
Ini adalah pertanyaan yang tak hanya dihadapi warga Palestina tetapi juga komunitas internasional yang mendambakan stabilitas di kawasan tersebut.
Baca juga: 7 Rekomendasi Kelas Skill Academy Prakerja Terpopuler untuk Meningkatkan Skillmu!
Adakah Harapan Pada Kebijakan Trump Terhadap Palestina?
Selama masa kepemimpinannya, Trump mengambil langkah-langkah yang sangat mendukung Israel, dan ini berdampak besar pada Palestina.
Pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem dan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah contoh nyata kebijakan yang dianggap memperuncing konflik dan menutup pintu negosiasi bagi Palestina.
Selain itu, Trump menghentikan bantuan AS untuk Palestina yang disalurkan melalui UNRWA, menyebabkan Palestina kehilangan sumber dukungan penting untuk kesejahteraan dan pembangunan.
Dengan kebijakan yang keras ini, masa depan Palestina pasca-kemenangan Trump tampak terancam, namun masih ada kemungkinan resistensi yang terbentuk dari kekuatan internasional atau internal Palestina.
Baca juga: 5 Game Simulator Motor di Andorid Terhits, Bisa Rasakan Sunmori Virtual
Tantangan Internal Palestina: Persatuan atau Perpecahan?
Di dalam negeri, Palestina juga menghadapi tantangan yang tak kalah rumit. Perpecahan antara Fatah dan Hamas yang menguasai Tepi Barat dan Gaza, telah lama menghambat perjuangan Palestina.
Pada situasi saat ini, masa depan Palestina pasca-kemenangan Trump membutuhkan persatuan yang lebih kuat, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa persatuan Palestina masih jauh dari kata solid.
Jika konflik antar-faksi ini terus berlanjut, perjuangan Palestina dalam menghadapi tekanan dari kebijakan AS-Israel di bawah Trump hanya akan semakin berat.