Kenaikan pajak ini disertai dengan penurunan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang berujung pada penurunan tajam jumlah kelahiran.
Penelitian ini juga menyoroti bahwa faktor-faktor lain seperti partisipasi tenaga kerja perempuan dan tingkat pendidikan juga memainkan peran penting dalam keputusan untuk memiliki anak.
Baca juga: Gunung Lewotobi Laki-laki Kritis Lagi: Status Awas, Masyarakat Harus Siap-Siap!
Kebijakan Pajak yang Ramah Keluarga
Francesco Moscone, profesor ekonomi bisnis di Brunel University of London, menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak pajak terhadap perencanaan keluarga.
Ia mengatakan, “Ketika beban pajak meningkat, biaya membesarkan anak juga meningkat, yang dapat menghalangi orang untuk memiliki lebih banyak anak.”
Oleh karena itu, kebijakan pajak yang lebih ramah keluarga, seperti kredit pajak anak, dapat menjadi solusi yang efektif.
Tahun lalu, Korea Selatan memperkenalkan kredit pajak pernikahan dan insentif pajak yang lebih tinggi untuk setiap anak.
Namun, efektivitas kebijakan ini masih dipertanyakan di tengah biaya hidup yang tinggi dan prioritas generasi muda yang lebih fokus pada karier dan kepuasan pribadi.
Krisis kesuburan di Korea Selatan yang disebabkan oleh tarif pajak tinggi menunjukkan perlunya pendekatan kebijakan yang lebih seimbang.
Dengan memahami dampak pajak terhadap keputusan keluarga, diharapkan pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan populasi.
Reformasi pajak yang mendukung keluarga tidak hanya akan membantu mengatasi krisis kesuburan ini, tetapi juga membentuk masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang