Dailynesia.co – Militer di Balik Proyek Food Estate Papua membawa lebih dari sekadar upaya ketahanan pangan—proyek ini memicu kontroversi terkait peran militer yang dinilai represif.
Di balik klaim pemerintah tentang kesejahteraan pangan, muncul tudingan bahwa proyek ini merampas tanah adat dan melanggar hak-hak masyarakat Papua.
Bagaimana militer terlibat dalam proyek yang dikatakan mampu mengatasi krisis pangan nasional?
Baca juga: Cara Menaikan Limit Kredivo Resmi dan Bisa Online, Termudah!
Militer di Balik Proyek Food Estate Papua
Keterlibatan militer di balik proyek food estate Papua menjadi sorotan, memunculkan trauma dan rasa tidak aman di kalangan masyarakat adat setempat.
Menurut Solidaritas Merauke, kehadiran tentara dengan persenjataan lengkap memicu rasa takut yang mengingatkan pada zona perang.
Kegiatan militer ini dianggap bertentangan dengan prinsip tentara profesional serta undang-undang yang mengatur peran dan fungsi TNI dalam kehidupan sipil.
Perampasan Lahan dan HAM di Balik Food Estate
Selain pendekatan militer, proyek ini juga merugikan masyarakat adat Papua yang menggantungkan hidup pada lahan adat.
Forum Masyarakat Adat Malind Kondo-Digoel menegaskan bahwa proyek food estate Papua telah mengabaikan persetujuan masyarakat adat dan melibatkan penggusuran lahan secara paksa.
Tanah seluas dua juta hektare, yang sebelumnya dihuni oleh masyarakat adat Malind dan lainnya, kini diambil alih untuk pengembangan sawah, tebu, dan bioetanol.
Masyarakat adat yang menolak penggusuran tersebut justru mendapati tanah mereka dirampas tanpa izin, bahkan dengan kehadiran militer untuk mendukung aktivitas perusahaan yang mengelola proyek.
Pelanggaran ini berpotensi merusak sumber mata pencaharian masyarakat adat dan ekosistem di Papua.