Perilaku doom spending memiliki dampak jangka panjang yang serius. Meskipun dapat memberikan kepuasan sesaat, pengeluaran berlebihan ini sering kali mengarah pada utang yang menumpuk.
Banyak Gen Z yang terjebak dalam siklus hutang, berjuang untuk membayar tagihan, dan akhirnya terpaksa mengambil pinjaman untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Dengan kata lain, mereka semakin jauh dari tujuan keuangan jangka panjang seperti membeli rumah atau menabung untuk masa depan.
Ketidakpahaman Finansial juga berperan dalam fenomena ini. Rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia dan negara-negara lain mempersulit generasi muda untuk memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.
Akibatnya, mereka lebih cenderung terjebak dalam belanja impulsif, yang sering kali diwarnai dengan rasa penyesalan setelah transaksi dilakukan.
Baca juga: Gondongan: Gejala, Penyebab, dan Cara Penyembuhan yang Tepat
Mengatasi Doom Spending

Untuk mengatasi fenomena Doom Spending Gen Z, pendidikan keuangan yang lebih baik dan pemahaman tentang pengelolaan uang sangat penting.
Mendorong mereka untuk menyusun anggaran, menetapkan tujuan keuangan, dan berlatih pengeluaran yang bijaksana dapat membantu mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
Penting untuk menggantikan pola pikir “You Only Live Once” dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan terhadap keuangan pribadi.
Selain itu, generasi muda perlu menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dibeli. Membuat kebiasaan untuk berpikir kritis sebelum menghabiskan uang dan menunda kepuasan dapat membantu mereka menghindari jebakan doom spending.
Fenomena Doom Spending Gen Z adalah refleksi dari keadaan yang lebih besar, di mana kecemasan ekonomi dan tekanan sosial membuat generasi muda terjebak dalam siklus pengeluaran yang merugikan.
Dengan langkah-langkah diatas, mereka dapat membangun masa depan yang lebih stabil dan sejahtera, meskipun dalam menghadapi tantangan yang ada.