Dailynesia.co – MK akhirnya cabut Presidential Threshold, sebuah langkah yang telah lama dinanti oleh berbagai kalangan di Indonesia.
Keputusan ini memicu diskusi hangat di ranah publik, mengingat implikasinya yang sangat besar terhadap demokrasi di negeri ini.
Apakah langkah ini akan benar-benar membawa perubahan yang diharapkan, atau justru menciptakan tantangan baru?
Baca juga: Forkopimda Natuna Sambut Bulan Rajab 1446 Hijrah dengan Santuni 200 Anak Yatim
Perjalanan Panjang Menuju Keputusan Bersejarah

Mahkamah Konstitusi selama bertahun-tahun telah menerima berbagai permohonan judicial review terkait presidential threshold.
Namun, baru pada 2 Januari 2025, MK akhirnya cabut Presidential Threshold dengan mengabulkan gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Mereka berhasil meyakinkan MK bahwa aturan ini melanggar prinsip konstitusi dan menghalangi hak politik rakyat.
Putusan ini mencabut Pasal 222 UU Pemilu yang selama ini menjadi dasar penerapan ambang batas. Menurut Wakil Ketua MK Saldi Isra, presidential threshold cenderung menguntungkan partai politik besar dan membatasi jumlah calon presiden.
Bahkan, Saldi menyebut potensi pemilu hanya diikuti satu pasangan calon sebagai ancaman serius terhadap demokrasi.