Wisata  

Ngurek: Ritual Sakral Bali yang Menantang

Apa makna utama dari tradisi Ngurek pada Masyarakat Bali?

Tradisi Ngurek
Tradisi Ngurek (Kompas.com)

Dailynesia.co – Tradisi Ngurek adalah salah satu ritual keagamaan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Hindu di Bali.

Ritual ini bukan hanya menarik perhatian karena kesakralannya, tetapi juga karena tantangan fisik yang luar biasa yang dihadapi oleh para pelakunya.

Baca juga: PKB Resmi Bergabung dengan Gerindra: Apa Dampaknya Bagi Pemilu 2024?

Makna Tradisi Ngurek

Tradisi Ngurek atau yang dikenal juga sebagai Ngunying di beberapa daerah, merupakan ritual keagamaan yang sangat ekstrem.

Dalam ritual ini, pelaku menancapkan senjata tajam seperti keris, tombak, atau alat lainnya ke tubuh mereka sendiri, dikutip dari Kompas.com.

Kata “Ngurek” berasal dari bahasa Bali “urek” yang berarti melobangi atau menusuk. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam kepercayaan Hindu Bali.

Meskipun terlihat mengerikan, pelaku biasanya tidak berada dalam keadaan sadar ketika melaksanakan ritual ini.

Mereka berada dalam kondisi kerauhan, yaitu keadaan di mana roh telah merasuki tubuh mereka.

Akibatnya, mereka tidak merasakan rasa sakit meskipun senjata tajam tersebut ditancapkan dengan kuat ke tubuh mereka.

Kondisi ini dipercaya sebagai bukti bahwa roh yang telah masuk ke dalam tubuh pelaku melindungi mereka dari bahaya, membuat mereka kebal terhadap senjata.

Baca juga: Tahu Takwa: Kuliner Legendaris dari Kota Kediri

Tahapan Pelaksanaan Tradisi Ngurek

Tradisi ini tidak dilakukan sembarangan. Ada tahapan-tahapan tertentu yang harus dilalui oleh para pelaku ritual ini.

Menurut laman resmi Pemerintah Kota Denpasar, tahapan pelaksanaan Ngurek dibagi menjadi tiga:

1. Nusdus

Tahapan ini bertujuan untuk mempersiapkan para pelaku Ngurek agar masuk ke dalam kondisi kerauhan.

Prosesnya melibatkan merangsang mereka dengan asap yang beraroma harum menyengat. Asap ini dipercaya dapat memanggil roh-roh untuk merasuki tubuh para pelaku.

2. Masolah

Setelah pelaku memasuki kondisi kerauhan, mereka mulai menari dengan diiringi oleh lagu-lagu tradisional dan koor kecak, atau bunyi-bunyian gamelan.

Pada tahapan ini, pelaku benar-benar berada di bawah pengaruh roh, dan mereka mulai melakukan aksi menusuk diri dengan keris.

3. Ngaluwur

Tahap akhir ini bertujuan untuk mengembalikan pelaku ke kondisi normal setelah ritual selesai.

Leave a Reply