Altman juga menjelaskan kepada Axios bahwa OpenAI memang tidak untuk dijual, menunjukkan bahwa komitmen perusahaan terhadap misinya tetap menjadi prioritas utama.
Sebelum tawaran ini, Open AI telah tumbuh pesat dan kini bernilai sekitar US$100 miliar dalam waktu singkat.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan besar yang diterima dari investor seperti Microsoft dan Thrive Capital.
Namun, tekanan untuk menghasilkan keuntungan di pasar juga menjadi tantangan tersendiri bagi OpenAI.
Baca juga: Aksi Indonesia Gelap: Demi Makan Bergizi Gratis, Makan Disubsidi, Otak Tak Digizi!
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Dengan adanya konflik ini, Open AI harus menavigasi tantangan antara inovasi dan komitmen terhadap misinya.
Meskipun ada dorongan untuk berinovasi lebih cepat, penting bagi perusahaan untuk tetap setia pada nilai-nilai pendiriannya.
Pengawasan yang ketat terhadap produk yang dikembangkan menjadi bagian penting dari strategi Open AI untuk memastikan bahwa teknologi yang diciptakan tidak hanya menguntungkan, tetapi juga aman dan bermanfaat bagi masyarakat.
Keputusan untuk menolak tawaran sebesar Rp1.583 triliun ini menunjukkan bahwa OpenAI lebih memilih untuk tetap independen dan fokus pada tujuan jangka panjangnya.
Misi perusahaan adalah menciptakan AGI yang dapat memberikan manfaat kepada umat manusia secara luas, bukan hanya keuntungan finansial.
Dalam kesimpulannya, penolakan Open AI terhadap tawaran dari Elon Musk menegaskan komitmen perusahaan untuk tetap berpegang pada misinya meskipun ada tekanan dari pasar.
OpenAI akan terus berusaha untuk berinovasi sambil mengutamakan tanggung jawab sosial dalam setiap langkah yang diambil.