Dailynesia.co- Ekspor pasir laut diizinkan lagi setelah 20 tahun larangan ekspor pasir laut diberlakukan, pemerintah kembali mengizinkannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023.
Alasan resminya? Untuk mengelola hasil sedimentasi di laut, yang katanya mengganggu pelayaran dan kehidupan terumbu karang.
Namun, di balik narasi “pemulihan lingkungan”, pertanyaan besar muncul: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari ekspor pasir laut ini?
Apakah benar demi lingkungan, atau ini hanya “sedimentasi duit” buat oligarki?
Baca juga: Cara Bikin Situs Web Gratis Terbaru, Cocok untuk Pemula
Ekspor Pasir Laut Diizinkan Lagi, Benarkah Demi Lingkungan?

Mengeruk pasir dari dasar laut jelas merusak ekosistem. Ikan-ikan kehilangan habitat, dan dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat pesisir, terutama nelayan tradisional.
Lebih parah lagi, pulau-pulau kecil di sekitar lokasi tambang pasir laut akan semakin rentan tenggelam.
Ironisnya, alasan larangan 20 tahun lalu justru untuk melindungi pulau-pulau tersebut. Tapi kini, pemerintah tampak abai pada pelajaran dari masa lalu.
Apakah kerusakan lingkungan yang akan muncul lagi layak ditukar dengan keuntungan jangka pendek?
Baca juga: Butuh Evakuasi Medis? Layanan Penerbangan Medis Pesawat SOS Solusi Terbaik untuk Anda!
Kepentingan Oligarki di Balik Ekspor Pasir Laut

Pemerintah berdalih bahwa ekspor pasir laut diizinkan lagi untuk pemulihan lingkungan, tetapi di balik itu, kecurigaan mengarah kepada pihak yang paling diuntungkan—oligarki.
Dengan membuka kembali keran ekspor ini, puluhan perusahaan berlomba-lomba mendapatkan izin pengerukan pasir laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Setidaknya 66 perusahaan sudah mengajukan izin, dengan mayoritas keuntungan dari ekspor ini mengalir ke segelintir kelompok elit bisnis.
Jika kita menggali lebih dalam, siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari kebijakan ini?
Singapura, yang selama ini menjadi importir utama pasir laut Indonesia, kembali mendapat akses untuk memperluas wilayahnya melalui reklamasi.
Kebijakan ini jelas lebih menguntungkan Singapura, sementara Indonesia justru harus menanggung dampak lingkungan yang berat.