Kombinasi antara keterbatasan distribusi dan pasokan ini memicu lonjakan harga cabai melambung tinggi yang signifikan di tingkat konsumen.
Baca juga: Siapa Alex Pastoor? Disebut Netizen The Real Pelatih Timnas Indonesia
Curah Hujan Tinggi dan Gagal Panen Menjadi Biang Kerok
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menambahkan bahwa curah hujan yang tinggi dan banjir di sentra produksi menjadi penyebab utama pasokan cabai menurun drastis.
Lahan pertanian di daerah seperti Wajo, Sukabumi, dan Temanggung mengalami kerusakan parah akibat banjir, sementara serangan hama memperburuk situasi di wilayah lain seperti Bali.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, I Gusti Ketut Astawa, mengungkapkan bahwa gangguan ini menurunkan produksi cabai rawit merah hingga 20-30 persen di beberapa daerah.
Akibatnya, harga cabai di pasar seperti Jatinegara dan Kramat Jati melonjak hingga Rp130.000 per kilogram.
Baca juga: PM Kanada Justin Trudeau Mundur: Apa yang Sebenarnya Terjadi? Benarkah Karena Mendukung ICC?
Fenomena Nataru dan Pola Konsumsi yang Berubah
Lonjakan harga cabai selama Nataru juga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada periode libur panjang.
Permintaan yang tinggi tidak diimbangi oleh pasokan yang memadai, sehingga mendorong harga naik.
Menurut Mendag, fenomena ini sering terjadi setiap tahun, namun tahun ini dampaknya lebih terasa akibat cuaca ekstrem.