Dailynesia.co – Tiwah adalah tradisi pemakaman yang dilakukan oleh Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.
Tradisi ini memiliki keunikan tersendiri karena dilaksanakan beberapa tahun setelah jenazah dikuburkan, sehingga yang tersisa hanya tulang-belulang.
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju, tradisi ini bertujuan untuk mengantarkan roh nenek moyang ke tempat asal ruh atau Lewu Tatau, bersama dengan Ranying, sosok dewa tertinggi dalam kepercayaan mereka.
Baca juga: Koruptor Dana Hibah KONI Lingga, Dipindahkan ke Rutan Tanjungpinang
Asal Usul Tiwah
Tiwah berasal dari tradisi leluhur Suku Dayak Ngaju yang telah dilakukan sejak zaman dahulu.
Tradisi ini bukan sekadar pemakaman ulang, melainkan sebuah ritual sakral yang memiliki makna mendalam.
Dikutip dari Kemenparekraf.go.id, Masyarakat Dayak Ngaju percaya bahwa roh seseorang tidak akan mencapai kedamaian sepenuhnya jika tidak dilaksanakan tradisi ini.
Oleh karena itu, ritual ini dianggap sangat penting dan harus dilaksanakan dengan penuh kehormatan dan kesungguhan.
Makna Filosofis
Tiwah memiliki makna filosofis yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju.
Ritual ini tidak hanya sekadar pemindahan tulang-belulang, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada leluhur.
Melalui Tiwah, roh leluhur diyakini akan mencapai Lewu Tatau, tempat asal ruh, dan bersatu dengan Ranying.
Hal ini mencerminkan keyakinan bahwa kehidupan setelah kematian adalah perjalanan menuju kedamaian abadi bersama para dewa.
Baca juga: Aturan Terbaru Saldo Minimum Bank dan Ini Rinciannya
Proses Pelaksanaan Tiwah

Persiapan Ritual
Persiapan untuk pelaksanaan tradisi ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan melibatkan seluruh anggota komunitas.
Keluarga yang akan melaksanakan tradisi ini harus mempersiapkan segala kebutuhan ritual, termasuk hewan kurban, seperti kerbau atau babi, yang akan digunakan dalam upacara.
Selain itu, mereka juga harus membangun rumah khusus untuk menampung tulang-belulang, yang disebut Sandung.
Pelaksanaan Ritual
Pelaksanaan tradisi ini biasanya berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan berbagai tahapan ritual.
Pada hari pertama, tulang-belulang diangkat dari kuburan dan dibersihkan secara ritual.
Setelah itu, tulang-belulang tersebut ditempatkan dalam Sandung yang telah disiapkan. Ritual ini diiringi dengan doa-doa dan mantra yang dipimpin oleh pemimpin adat atau Balian.