Hingga Kamis, 22 jenazah telah ditemukan, termasuk seorang pria yang dikenali oleh keluarganya dari ciri-ciri fisik. Empat orang lainnya masih hilang dan terus dicari oleh tim gabungan.
Longsoran batu besar menghantam area kafe yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah Sekdes.
Material longsor juga menyeret mobil dan enam sepeda motor, yang ditemukan sekitar 200 meter dari lokasi awal.
Lebih dari 1.200 personel dari Basarnas, TNI, Polri, dan organisasi SAR lainnya dikerahkan untuk mencari korban.
Alat berat, anjing pelacak, dan perangkat water jet digunakan untuk membersihkan lumpur dan puing-puing.
Baca juga: Prabowo Subianto dan Megawati: Saling Memberi untuk Kesehatan dan Keharmonisan
Dampak Sosial dan Cerita Korban
Bencana ini tak hanya menelan korban jiwa tetapi juga memporak-porandakan kehidupan masyarakat.
Banyak keluarga kehilangan orang tercinta, seperti yang dialami oleh Darmanto, yang pamannya tewas setelah berteduh di rumah Sekdes.
“Pamanku baru saja pulang dari acara pernikahan. Hujan deras memaksa dia berteduh di sana,” ungkap Darmanto.
Selain itu, warga yang selamat menggambarkan situasi saat kejadian sebagai “sangat mencekam,” dengan hujan deras, angin kencang, dan gelap yang menyelimuti desa. Abdullah, salah satu korban selamat, mengatakan, “Kami tidak menyangka longsor akan separah ini.”
Tragedi longsor di Pekalongan ini menjadi pengingat betapa pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam, terutama di wilayah rawan longsor.
Selain itu, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan mitigasi bencana, seperti memperkuat struktur bangunan di daerah rawan dan memastikan aliran sungai tetap terjaga.