Dailynesia.co – Generasi Z saat ini menghadapi tantangan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Fenomena Doom Spending Gen Z merujuk pada kecenderungan generasi muda untuk mengeluarkan uang secara impulsif sebagai pelarian dari stres dan kecemasan mengenai masa depan.
Menghadapi ketidakpastian ekonomi, mereka menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak esensial dengan harapan dapat meredakan kecemasan mereka.
Namun, pada akhirnya, perilaku ini justru memperburuk keadaan finansial mereka.
Baca juga: Keadaan Pratama Arhan di Suwon FC Diungkap Petinggi Klub, Jarang Main karen Skill Kurang?
Apa itu Doom Spending?
Doom spending adalah tindakan berbelanja yang berlebihan dan impulsif, sering kali sebagai respons terhadap situasi yang penuh tekanan.
Menurut laporan Psychology Today, banyak orang, terutama dari kalangan Gen Z dan milenial, merasa terdesak oleh keadaan ekonomi dan tekanan sosial.
Dengan akses mudah ke berbagai platform e-commerce dan media sosial, mereka terpapar pada berbagai iklan dan tren yang memicu perilaku belanja impulsif.
Sebuah studi oleh Credit Karma mengungkapkan bahwa 35% Gen Z terlibat dalam perilaku ini untuk meningkatkan suasana hati mereka.
Fenomena ini diperparah oleh budaya pamer yang berkembang di media sosial, di mana para influencer dan teman sebaya memamerkan gaya hidup glamor.
Ketika melihat kehidupan orang lain yang tampaknya lebih baik, banyak yang merasa perlu untuk berbelanja demi mendapatkan validasi sosial, bahkan jika itu berarti mengorbankan kestabilan keuangan mereka.
Baca juga: Motor Listrik Polytron Fox 500, Ada Fitur Regenerative Braking Bisa Charging Otomatis
Fenomena Doom Spending Gen Z: Dampak Jangka Panjang
Perilaku doom spending memiliki dampak jangka panjang yang serius. Meskipun dapat memberikan kepuasan sesaat, pengeluaran berlebihan ini sering kali mengarah pada utang yang menumpuk.
Banyak Gen Z yang terjebak dalam siklus hutang, berjuang untuk membayar tagihan, dan akhirnya terpaksa mengambil pinjaman untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Dengan kata lain, mereka semakin jauh dari tujuan keuangan jangka panjang seperti membeli rumah atau menabung untuk masa depan.
Ketidakpahaman Finansial juga berperan dalam fenomena ini. Rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia dan negara-negara lain mempersulit generasi muda untuk memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.
Akibatnya, mereka lebih cenderung terjebak dalam belanja impulsif, yang sering kali diwarnai dengan rasa penyesalan setelah transaksi dilakukan.
Baca juga: Gondongan: Gejala, Penyebab, dan Cara Penyembuhan yang Tepat
Mengatasi Doom Spending
Untuk mengatasi fenomena Doom Spending Gen Z, pendidikan keuangan yang lebih baik dan pemahaman tentang pengelolaan uang sangat penting.
Mendorong mereka untuk menyusun anggaran, menetapkan tujuan keuangan, dan berlatih pengeluaran yang bijaksana dapat membantu mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
Penting untuk menggantikan pola pikir “You Only Live Once” dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan terhadap keuangan pribadi.
Selain itu, generasi muda perlu menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dibeli. Membuat kebiasaan untuk berpikir kritis sebelum menghabiskan uang dan menunda kepuasan dapat membantu mereka menghindari jebakan doom spending.
Fenomena Doom Spending Gen Z adalah refleksi dari keadaan yang lebih besar, di mana kecemasan ekonomi dan tekanan sosial membuat generasi muda terjebak dalam siklus pengeluaran yang merugikan.
Dengan langkah-langkah diatas, mereka dapat membangun masa depan yang lebih stabil dan sejahtera, meskipun dalam menghadapi tantangan yang ada.