Menanggapi wacana ini, warga Gaza menunjukkan perlawanan yang kuat. Bagi mereka, tanah Gaza bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga bagian dari identitas dan sejarah mereka.
Banyak warga menyatakan bahwa mereka lebih memilih mati di tanah mereka sendiri daripada diusir untuk memberi jalan bagi resor mewah dan kasino yang mungkin akan dibangun di sana.
“Kami tidak butuh kasino atau hotel mewah. Kami hanya ingin hidup dengan damai di tanah kami sendiri, tanpa takut diusir kapan saja,” ujar salah seorang warga Gaza yang diwawancarai oleh media internasional.
Baca juga: Profesi Pramugari Pekerjaan Paling Diminati oleh Generasi Z, Ini Alasannya
Gaza dan Politik Global: Kepentingan Siapa yang Dimenangkan?
Rencana Trump ini juga menuai kritik tajam dari berbagai organisasi hak asasi manusia dan pemerintah di Timur Tengah.
Banyak yang berpendapat bahwa ide ini hanyalah kelanjutan dari kebijakan pro-Israel yang telah lama dipegang oleh Trump ingin jadikan Gaza ‘Riviera Timur Tengah’ selama masa kepemimpinannya.
Di sisi lain, negara-negara Arab juga menghadapi dilema. Beberapa pihak menganggap ide ini sebagai kesempatan investasi besar, sementara yang lain melihatnya sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina.
Situasi ini semakin mempersulit posisi Gaza dalam politik global yang penuh dengan kepentingan ekonomi dan geopolitik.
Masa Depan Gaza di Persimpangan Jalan
Wacana “Riviera Timur Tengah” ini mengundang banyak perdebatan dan kekhawatiran. Bagi sebagian orang, ini mungkin terdengar seperti mimpi ekonomi yang menggiurkan, tetapi bagi warga Gaza, ini adalah ancaman nyata terhadap keberadaan mereka.
Sejarah telah membuktikan bahwa setiap kali sebuah wilayah ditargetkan untuk “revitalisasi” dalam konteks geopolitik, hampir selalu ada harga sosial yang sangat tinggi yang harus dibayar oleh penduduk aslinya.