Dailynesia.co – Tragedi kemanusiaan melanda Sumatra Barat ketika banjir bandang lahar dingin menerjang pada Sabtu malam.
Menurut data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban jiwa telah mencapai angka yang mengguncangkan, dengan 37 orang tewas akibat bencana tersebut.
Empat kabupaten terdampak parah, yaitu Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, dan Padang Pariaman.
Kabupaten-kabupaten ini menjadi saksi bisu dari kehancuran yang disebabkan oleh arus deras lahar dingin, seperti dilansir dari Detiknews.
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, menyampaikan bahwa hingga saat ini banjir bandang lahar dingin mengakibatkan, 35 jenazah telah diidentifikasi, sementara dua lainnya masih dalam proses identifikasi.
Namun, angka ini kemungkinan masih akan bertambah seiring dengan dinamika pencarian korban oleh Basarnas dan TNI-POLRI.
Baca juga: Kecelakaan Bus Subang, Polisi Dalami Dugaan Sopir Panik
Pencarian Korban Dampak Banjir Bandang Lahar Dingin di Sumbar
Pencarian dan pertolongan sementara dihentikan pada Minggu malam karena kendala penerangan di lokasi terdampak dan adanya ancaman peningkatan getaran hujan di wilayah hulu.
Namun, upaya pencarian dari banjir bandang lahar dingin akan dilanjutkan pada hari berikutnya, semoga dengan hasil yang lebih baik.
Selain korban jiwa, 17 orang dilaporkan hilang akibat bencana ini. Dari jumlah tersebut, 14 orang berasal dari Kabupaten Tanah Datar, sementara tiga lainnya dari Kabupaten Agam.
Masyarakat di sekitar sungai yang berhulu ke Gunung Marapi diimbau untuk tetap waspada dan siap evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman.
Peningkatan getaran hujan yang tercatat oleh Pos Pengamatan Gunung Marapi menambah kekhawatiran akan bahaya susulan yang mungkin terjadi.
BNPB menegaskan perlunya kewaspadaan ekstra bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tersebut.
Bencana ini juga menyoroti pentingnya kesiapan dan mitigasi bencana di tingkat lokal dan nasional.
Pelajaran yang mahal harus dipetik dari tragedi ini untuk meminimalisir kerugian manusia dan harta benda di masa depan.
Sebagai bangsa yang berada di wilayah rawan bencana, kesiapsiagaan dan respons cepat menjadi kunci dalam menyelamatkan nyawa dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh bencana alam.
Diperlukan koordinasi dan sinergi antara berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga kemanusiaan, relawan, hingga masyarakat itu sendiri.
Selain itu, edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya bencana juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih memahami potensi risiko yang ada di sekitar mereka.
Hal ini akan membantu mereka untuk lebih siap dan responsif dalam menghadapi situasi darurat seperti ini.
Tidak hanya itu, mitigasi bencana juga harus menjadi prioritas dalam pembangunan infrastruktur di daerah-daerah rawan bencana.
Pembangunan tanggul, sistem peringatan dini, dan evakuasi darurat harus menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Kita tidak bisa menghindari bencana alam, namun dengan persiapan yang matang dan respons yang cepat, kita dapat meminimalisir kerugian dan melindungi nyawa manusia.
Semoga tragedi banjir bandang lahar dingin ini menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih serius dalam menghadapi ancaman bencana di masa depan.