Dailynesia.co – Sebuah video memperlihatkan seorang pejabat AS tersenyum saat membahas jumlah korban jiwa warga Palestina yang meninggal, menjadi viral di media sosial X.
Kejadian ini berlangsung pada konferensi pers harian Departemen Luar Negeri AS, Selasa (9/7/2024).
Mengutip dari dailycaller.com, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matt Miller, diminta pendapatnya mengenai laporan terbaru dari jurnal The Lancet.
Laporan ini memperkirakan bahwa jumlah warga Palestina yang tewas akibat perang bisa mencapai 186 ribu, jauh lebih tinggi dari laporan sebelumnya yang hanya sekitar 38 ribu.
Seperti disadur dari laman tribunnews.com, Miller menyebut angka kematian yang tinggi sebagai sebuah tragedi.
Namun, seorang jurnalis bernama Sam Husseini melihat Miller tersenyum beberapa kali saat menyampaikan keprihatinannya.
“Tetapi kita sudah lama melewati tahap di mana hal ini telah menjadi tragedi kemanusiaan yang mengerikan selama beberapa waktu,” kata Miller.
“Anda menyeringai!” sela Husseini. “Anda tersenyum saat mengatakan itu!”
Miller kemudian bersikap defensif dan berkata, “Maaf, lanjutkan dengan pertanyaan lain. Saya sama sekali tidak… Saya bahkan tidak akan menghiburnya, saya bahkan tidak akan meladeninya. Itu konyol,” tegasnya.
Di media sosial, Sam Husseini menuduh Miller berpura-pura menunjukkan kesedihannya terhadap kematian warga sipil di Gaza.
“Saya melihatnya tersenyum beberapa kali,” ungkap Husseini. Video Matt Miller yang disebut tersenyum itu telah dilihat lebih dari 2,2 juta kali di akun X Decensored News.
Baca juga: Muhammadiyah Tidak Tarik Seluruh Dana dari BSI
Perkiraan Jumlah Korban Tewas di Gaza Mencapai 186 Ribu Orang
Sebuah studi yang dilakukan oleh jurnal ilmiah Inggris The Lancet memperkirakan jumlah orang yang terbunuh selama perang Israel di Jalur Gaza, baik secara langsung maupun tidak langsung, melebihi 186 ribu orang.
Mengutip Al Mayadeen, perhitungan ini didasarkan pada dampak kesehatan tidak langsung dari konflik bersenjata yang melebihi dampak langsungnya.
Jurnal tersebut menjelaskan bahwa bahkan setelah konflik berakhir, banyak kematian tidak langsung akan terus tercatat dalam beberapa bulan dan tahun mendatang.
Penyebab kematian itu bervariasi mulai dari penyakit reproduksi, penyakit menular, hingga penyakit tidak menular.
Laporan pejabat AS tersebut juga menekankan bahwa jumlah total kematian diperkirakan akan sangat besar mengingat intensitas konflik.
Hancurnya infrastruktur layanan kesehatan, kekurangan makanan, air, dan tempat tinggal yang parah, serta ketidakmampuan penduduk untuk pindah ke tempat yang aman, dan hilangnya dana untuk UNRWA.
Jenazah Eyad Hegazi, seorang anak Palestina berusia 10 tahun yang menderita kekurangan gizi dan mengungsi dari Shejaiya.
Disemayamkan di pelukan saudara perempuannya setelah dia meninggal di rumah sakit Aqsa Martyrs di Deir el-Balah di Jalur Gaza tengah pada 14 Juni 2024 di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas.
The Lancet menekankan bahwa dalam konflik baru-baru ini, seperti pejabat AS, jumlah kematian tidak langsung berkisar antara 3 hingga 15 kali lipat jumlah kematian langsung.
Baca juga: Modus Taruh Depan Pintu, Wanita Ini Hendak Tipu Ojol yang Antar Makanan
“Jika kita menerapkan perkiraan konservatif yaitu empat kematian tidak langsung untuk setiap kematian langsung, kita akan menemukan bahwa angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah kematian langsung,” ungkap jurnal tersebut.
Mengingat lebih dari 38 ribu kematian yang dilaporkan di Gaza, tidak mengherankan jika diperkirakan ada 186 ribu atau bahkan lebih kematian yang tercatat di Gaza, tegas pejabat AS, The Lancet.
Lebih lanjut pejabat AS menjelaskan, The Lancet menekankan bahwa gencatan senjata segera dan mendesak di Jalur Gaza sangat diperlukan.
Selain itu, langkah-langkah untuk memungkinkan distribusi pasokan medis, makanan, air bersih, dan sumber daya lainnya untuk memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sangat dibutuhkan.
Laporan tersebut menekankan pentingnya mencatat skala dan sifat penderitaan dalam konflik ini.
“Mendokumentasikan skala sebenarnya sangat penting untuk memastikan akuntabilitas sejarah dan mengakui dampak penuh dari perang tersebut.”