Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China: Inovasi yang Tidak Sesuai Harapan?

Kereta tanpa rel otonom (ART) yang dijanjikan akan menjadi transportasi ramah lingkungan di IKN, akhirnya harus kembali ke China setelah evaluasi menunjukkan sistemnya belum optimal. Apakah ini pertanda bahwa inovasi ini tidak siap untuk Indonesia?

Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China
Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China/tempo

Dailynesia.co – Kereta tanpa rel IKN kembali ke China setelah uji coba dua bulan yang mengecewakan.

Proyek ambisius pemerintah Indonesia untuk menciptakan Ibu Kota Negara (IKN) yang futuristik dan ramah lingkungan dengan menghadirkan Autonomous Rail Transit (ART), sebuah kereta tanpa rel IKN kembali ke China, ternyata tidak memenuhi ekspektasi.

Diharapkan menjadi simbol IKN yang hijau dan berkelanjutan, kereta tanpa rel IKN kembali ke China ini seharusnya menawarkan solusi transportasi efisien tanpa rel khusus.

Namun, meskipun menjanjikan, ART gagal berfungsi secara optimal dan harus dikembalikan ke China, negara asalnya. Apa yang menyebabkan inovasi ini gagal?

Baca juga: Kapan Pembukaan Pendaftaran Seleksi PPPK 2024 Tahap 2? Ada Kriterianya

Kereta Otonom IKN: Proyek yang Tidak Sesuai Ekspektasi

Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China
Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China/Xinhua

Kereta otonom yang diluncurkan untuk IKN dimaksudkan untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada energi fosil.

Dengan menggunakan teknologi sensor dan baterai, kereta ini dirancang untuk beroperasi tanpa rel, menjadikannya lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya seperti MRT atau LRT.

Konsep ini dipandang sebagai solusi transportasi cerdas yang cocok untuk IKN, yang ingin menjadi kota pintar dan berkelanjutan.

Namun, meskipun didorong oleh harapan tinggi, hasil evaluasi uji coba menunjukkan bahwa sistem ART belum dapat berfungsi secara optimal.

Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN (OIKN), Mohammed Ali Berawi, menyebutkan bahwa hasil uji coba “Proof-of-Concept” menunjukkan bahwa kereta otonom ini tidak berfungsi dengan baik di IKN, terutama dalam mengendalikan lalu lintas campuran. “Sistem ART belum bisa beroperasi sesuai harapan,” ungkapnya.

Baca juga: UI Tangguhkan Gelar Bahlil: Langkah Pertaubatan Integritas atau Sekadar Cuci Tangan?

Kenapa ART Kembali ke China?

Keputusan untuk menarik ART kembali ke China didasari oleh hasil evaluasi yang tidak memadai. Kereta tanpa rel IKN kembali ke China ini, yang diharapkan dapat beroperasi di IKN, tidak dapat memenuhi standar yang diperlukan.

Dalam kontrak kerja sama, Norinco, perusahaan asal China yang mengembangkan kereta tanpa rel IKN kembali ke China ini bersama CRRC, berkewajiban menarik kembali ART jika hasil evaluasi menyatakan ketidaklayakan operasional.

Otorita IKN, setelah melakukan diskusi dengan berbagai pihak, akhirnya memutuskan untuk meminta ART ditarik dan diperbaiki di China sebelum bisa dipertimbangkan kembali untuk digunakan.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan, Budi Rahardjo, menjelaskan bahwa meskipun ART gagal memenuhi ekspektasi, proyek ini tidak merugikan negara karena biaya pengujian dan implementasi ditanggung oleh pihak vendor. “Negara tidak akan dirugikan,” jelasnya.

Baca juga: Bus Transjakarta Dilempar Batu oleh Pemotor, Kaca Depan Pecah

Masalah yang Dihadapi Kereta Tanpa Rel

Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China
Kereta Tanpa Rel IKN Kembali ke China/Xinhua

Salah satu masalah utama yang ditemukan adalah sistem otonom yang digunakan ART tidak dapat berfungsi dengan baik di kondisi lalu lintas yang lebih dinamis.

Kereta ini diuji di jalur yang berbagi ruang dengan kendaraan lain, namun teknologi kendali otomatisnya masih belum dapat mengelola situasi lalu lintas campuran dengan baik.

Selain itu, faktor keselamatan menjadi perhatian utama, karena teknologi otonom ART tidak dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan infrastruktur IKN yang masih dalam tahap pembangunan.

Kritik juga datang dari Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), yang mempertanyakan klaim ramah lingkungan ART.

Mereka menilai bahwa perencanaan awal terkait transportasi ini belum matang dan tidak ada kejelasan mengenai siapa pengguna utama dari sistem ini.

Jika ART tidak dapat berfungsi secara optimal, klaim tentang pengurangan emisi gas rumah kaca dan efisiensi energi menjadi diragukan.

Baca juga: Kolaborasi NewJeans dan Indomie Memicu Kontroversi: Indomie Bukan “Korean Ramyeon”!

Solusi untuk IKN: Apa yang Bisa Dipelajari dari Kegagalan ini?

Meski ART harus kembali ke China, kegagalan ini tidak serta-merta menunjukkan kegagalan total. Sebaliknya, ini adalah pelajaran penting mengenai kesiapan teknologi dan infrastruktur.

Pemerintah harus memastikan bahwa teknologi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lokal dan siap untuk diimplementasikan dengan baik.

IKN membutuhkan transportasi yang efisien dan ramah lingkungan, tetapi juga harus berfungsi dengan baik di dunia nyata.

Ke depan, proyek-proyek inovatif seperti ART perlu lebih memperhatikan kesiapan teknologi dan infrastruktur yang ada.

Evaluasi menyeluruh pada tahap perencanaan dan uji coba sangat penting untuk memastikan keberhasilan implementasi.

Transportasi yang cerdas bukan hanya soal teknologi canggih, tetapi bagaimana teknologi tersebut bisa diterapkan secara efektif dan efisien dalam konteks Indonesia.

Leave a Reply