Baca juga: Politikus Paling Tak Dipercaya di Indonesia Menurut Survei Ipsos: Fakta atau Kenyataan Pahit?
Restitusi Rp15 Juta: Harga Nyawa yang Tak Sebanding
Majelis hakim menyatakan bahwa angka restitusi yang ditetapkan, Rp15 juta per korban meninggal dan Rp10 juta per korban luka, telah mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk santunan dari pihak lain seperti Arema FC dan pemerintah.
Namun, keluarga korban menilai keputusan ini tidak adil. Devi Athok, salah satu orang tua korban, menyebut putusan ini sebagai tindakan “bodoh” karena menganggap santunan sebagai pengganti restitusi.
“Seandainya anak hakim yang terbunuh, apakah Rp15 juta cukup menggantikan rasa kehilangan?” tanya Devi dengan nada penuh ironi.
Baca juga: Lika Liku Kehidupan Guru Erlina Siahaan, Penulis Inspiratif Bagi Murid
LPSK dan Keluarga Korban: Menuntut Keadilan Seutuhnya
LPSK, sebagai perwakilan hukum keluarga korban, langsung menyatakan akan mengajukan banding. Menurut mereka, keputusan ini tidak mencerminkan keadilan yang sesungguhnya.
Ketua LPSK menyebut bahwa nilai restitusi sebesar Rp15 juta tidak sesuai dengan kerugian nyata yang dialami keluarga korban, baik secara emosional maupun material.
Sementara itu tangis kecewa keluarga korban tragedi Kanjuruhan, salah satu ayah korban, Sulyah, mengungkapkan kekecewaannya. “Apa daya saya orang biasa, tidak bisa melawan. Anak saya hanya dihargai Rp15 juta,” ucapnya dengan getir.
Baca juga: Puncak Arus Mudik Nataru 2024, PT KAI Telah Berangkatkan 2,5 Juta Penumpang