Dailynesia.co – Sejarah kelam uang fisik mengingatkan kita akan kekuatan inflasi yang dapat merusak nilai mata uang konvensional.
Dalam konteks ini, banyak yang beralih ke cryptocurrency sebagai solusi melawan inflasi, berharap dapat terhindar dari dampak buruknya.
Namun, benarkah kripto mampu menawarkan kestabilan yang diimpikan, atau justru akan terjebak dalam siklus yang sama?
Baca juga: Menkominfo Budi Arie Tolak Jawab Pertanyaan Tentang Fufufafa, Spekulasi Meningkat
Krisis Inflasi dalam Sejarah Uang Fisik
Dari zaman kerajaan Romawi hingga era modern, sejarah kelam uang fisik selalu diwarnai dengan masalah inflasi.
Uang fisik, dalam bentuk koin emas atau perak, tidak lepas dari campur tangan pemerintah yang sering kali mempermainkan berat dan kandungan logam mulia.
Ini menyebabkan nilai uang tersebut terdevaluasi, memicu inflasi, dan melahirkan ketidakstabilan ekonomi yang parah.
Kasus seperti Prancis pada abad ke-18, ketika pemerintah mengurangi nilai koin sebesar 45%, adalah contoh nyata bagaimana kebijakan moneter yang salah dapat melumpuhkan ekonomi.
Sama halnya dengan uang kertas di era modern, inflasi tetap menjadi momok yang sulit dihindari.
Zimbabwe dan Venezuela menjadi dua negara yang mengalami hiperinflasi luar biasa akibat buruknya manajemen uang fisik.
Baca juga: 6 Prinsip Content Design yang Wajib Diketahui: Bikin Konten Memikat dan User-Friendly!
Sejarah Kelam Uang Fisik: Apa Pelajaran untuk Kripto?
Sebagai teknologi baru, kripto seperti Bitcoin dirancang untuk mengatasi keterbatasan uang fisik, dengan sifatnya yang terdesentralisasi dan terbatasnya suplai yang diklaim akan mencegah inflasi.
Namun, apakah kripto benar-benar bisa terlepas dari jebakan yang sama?