Kembalinya Luhut di Era Prabowo: Pemain Inti yang Tak Tergantikan, Apa Reformasi Cuma Slogan?

Pengangkatan Luhut B.Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional di era Prabowo Subianto memicu perdebatan panas. Apakah pengulangan ini mencerminkan konsistensi atau stagnasi dalam pemerintahan?

Kembalinya Luhut di Era Prabowo
Kembalinya Luhut di Era Prabowo/detik

Dailynesia.co – Kembalinya Luhut di Era Prabowo cukup menjadi perhatian, terutama dikarenakan beliau menduduki posisi strategis sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional di era kepemimpinan Prabowo Subianto, sebuah keputusan yang mengundang banyak tanya.

Sebelumnya, Luhut telah menorehkan rekam jejak panjang dalam kabinet Jokowi, dari Menko Maritim dan Investasi hingga Koordinator Penanganan COVID-19.

Namun, setelah masa pensiun singkatnya, Luhut kembali ke panggung politik sebagai salah satu tokoh kunci pemerintahan Prabowo.

Baca juga: 3 Situs Pinjaman Online Luar Negeri Terpercaya, Termasuk Asal Korsel

Kembalinya Luhut di Era Prabowo: Strategi atau Ketergantungan?

Kembalinya Luhut di Era Prabowo
Kembalinya Luhut di Era Prabowo/Chatnews

Kembalinya Luhut di era Prabowo bukan sekadar langkah administratif, melainkan isyarat bahwa pengaruhnya dalam kebijakan ekonomi negara tetap besar.

Dalam perannya sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut akan mengawasi proyek-proyek prioritas ekonomi nasional, seperti pengelolaan sumber daya alam dan digitalisasi pemerintahan.

Apakah ini langkah maju untuk mempercepat reformasi atau sekadar pengulangan dari pola lama yang sudah terbukti stagnan?

Baca juga: Sebutkan Media Pemasaran Konvensional yang Masih Relevan? Antara Tradisi dan Tren

Reformasi atau Status Quo?

Luhut berulang kali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan tata kelola ekonomi, terutama di sektor energi dan teknologi.

Namun, kritik bermunculan terkait apakah reformasi yang dijanjikan oleh Prabowo benar-benar akan terwujud, atau hanya sekadar slogan politik.

Dalam hal ini, pengangkatan Luhut menjadi simbol dari konsistensi, tapi juga dari keterjebakan dalam pola lama.

Mengapa Luhut, seorang yang telah berulang kali menjadi bagian dari kabinet, kembali lagi?

Banyak yang menilai bahwa pemerintahan Prabowo lebih memilih stabilitas daripada perubahan radikal, mengandalkan sosok lama yang sudah teruji ketimbang mencoba pendekatan baru yang lebih segar.

Lalu apakah reformasi yang dijanjikan hanya sekadar ilusi yang digunakan untuk mempertahankan status quo?

Baca juga: Profil dan Biodata Mayor Teddy, Sosok Sekertaris Kabinet Merah Putih yang Pernah Jadi Ajudan Prabowo

Kebijakan Ekonomi dan Ketergantungan Pada Sosok Lama

Kembalinya Luhut di Era Prabowo
Kembalinya Luhut di Era Prabowo/Heta news

Kembalinya Luhut di era Prabowo memperkuat kesan bahwa elit politik Indonesia masih sangat tergantung pada sosok-sosok lama yang dianggap ‘aman’.

Meski tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia sangat kompleks, seperti perubahan iklim, geopolitik global, dan revolusi teknologi, pendekatan yang diambil cenderung tidak berubah.

Prabowo mungkin bermimpi mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam tiga tahun pertamanya, tapi dengan menggunakan tim yang sama dari era sebelumnya, apakah mungkin inovasi dan terobosan baru benar-benar bisa terjadi?

Baca juga: Prabowo dan Gibran Resmi Dilantik: Jangan Lengah, Mari Kawal Janji-Janjinya Mulai Hari Ini!

Apa Reformasi Cuma Slogan?

Kritik terbesar dalam pengangkatan Luhut kembali ke posisi strategis adalah apakah pemerintah serius dalam menjalankan reformasi.

Apakah Luhut, dengan segala pengalamannya, benar-benar mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi global saat ini, atau hanya akan memperpanjang pola lama yang sudah ada?

Ketergantungan pada elite lama ini membawa kita pada pertanyaan mendasar: apakah reformasi ekonomi yang dijanjikan Prabowo benar-benar akan terjadi? A

taukah ini hanya pengulangan slogan kosong yang sering terdengar selama masa kampanye?

Sejauh ini, kembalinya Luhut di era Prabowo lebih terlihat sebagai langkah politik aman, bukan sebagai simbol perubahan yang berarti.

Kembalinya Luhut di era Prabowo menandai bahwa perubahan radikal tampaknya masih jauh dari kenyataan, meninggalkan kita dengan pertanyaan besar:

Apakah reformasi hanya slogan kosong yang tidak lebih dari janji kampanye?

Leave a Reply