Dailynesia.co – Bansos non tunai sebelum PPN 12% Naik menjadi sorotan utama di tengah rencana pemerintah menaikkan tarif pajak.
Pemerintah berencana mengguyur bantuan sosial (bansos) dalam bentuk non-tunai sebelum memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal 2025.
Namun, langkah ini menuai kritik dari para ekonom yang menilai bansos hanya memberikan dampak sementara dan tidak menyelesaikan tantangan ekonomi yang mendasar.
Apakah kebijakan ini efektif, atau sekadar upaya meredakan keresahan publik menjelang tahun politik?
Baca juga: Erick Thohir Nilai Jay Idzes Pemain Luar Biasa, Ketum PSSI: Anugerah
Bansos Non Tunai Sebelum PPN 12% Naik: Mengapa Diberikan?
Pemerintah menyatakan bahwa Bansos non tunai sebelum PPN 12% akan diberikan untuk mengurangi beban masyarakat akibat kenaikan tarif PPN.
Bansos ini, menurut Luhut Binsar Pandjaitan, dirancang untuk membantu kelompok ekonomi lemah, termasuk kelas menengah.
Dengan bentuk non-tunai, seperti subsidi listrik, pemerintah berharap bantuan tersebut lebih tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Namun, ekonom seperti Esther Sri Astuti dari INDEF mengkritik langkah ini. Menurutnya, pemberian bansos hanya menjadi solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar permasalahan daya beli masyarakat yang terus melemah akibat tekanan ekonomi.
Baca juga: Quick Count Pilkada Jakarta 2024 Pramono Anung-Rano Karno Unggul, Netizen Singgung Efek Eks Gubernur
Kenaikan PPN 12% dan Dampaknya pada Ekonomi
Rencana kenaikan bansos non tunai sebelum PPN 12% diyakini akan membawa konsekuensi serius, seperti penurunan daya beli, naiknya biaya produksi, hingga melemahnya konsumsi.
Data BPS mencatat tren deflasi dalam lima bulan terakhir, mengindikasikan lemahnya permintaan domestik.
Kebijakan ini, jika diterapkan tanpa mitigasi yang tepat, berpotensi menambah tekanan bagi kelas menengah yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi.