Dailynesia – Kamis, 6 Juni 2024, demonstrasi buruh dari berbagai daerah di Indonesia turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Para buruh menuntut pemerintah untuk membatalkan aturan Tapera yang dianggap memberatkan mereka.
Di Jakarta, massa buruh yang tergabung dalam 60 serikat buruh nasional memadati kawasan Patung Kuda. Mereka berpendapat bahwa program kepemilikan rumah dalam Tapera tidak jelas dan sering kali dana yang dikelola pemerintah berakhir dengan kasus korupsi.
Para buruh memberi tenggat waktu tujuh hari kepada pemerintah untuk mempertimbangkan aspirasi demonstrasi buruh.
Baca juga: Mata Uang Krypto: Pengertian, Cara Kerja dan Tips Aman Berinvestasi
Demonstrasi Buruh Tersebar di Kota Besar Indonesia
Di Sleman, Yogyakarta, ratusan buruh menyatakan penolakan terhadap pemotongan upah untuk Tapera karena dianggap memberatkan.
Mereka menyampaikan keluhan mereka di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Maguwoharjo. Massa mendesak agar kebijakan Tapera ditinjau ulang dan dibuat dengan skema yang lebih realistis.
Di Kabupaten Tangerang, Banten, buruh bersama sejumlah serikat pekerja melakukan aksi protes di Kantor Bupati Tangerang.
Mereka merasa bahwa iuran wajib Tapera sangat membebani, terutama dengan biaya hidup yang semakin tinggi. Demonstrasi buruh berencana untuk terus melakukan demonstrasi buruh menolak kebijakan Tapera.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadi Mulyono, menyatakan penyesalannya atas keresahan yang timbul akibat penetapan program Tapera.
Basuki menjelaskan bahwa awalnya pemerintah ingin melaksanakan Tapera karena melihat hasil yang telah dicapai dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp50 triliun.
Meski ada kemungkinan penundaan seperti yang diusulkan oleh Komisi V DPR, Basuki menegaskan bahwa program Tapera sudah menjadi undang-undang yang harus dilaksanakan.
Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Basuki banyak menerima pertanyaan terkait kejelasan program Tapera yang dinilai meresahkan masyarakat.
Anggota DPR dari PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Tapera secara menyeluruh.
Rieke juga mendesak agar PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera dicabut. Menurut Rieke, dari 100 ribu pensiunan PNS, belum ada yang menerima pengembalian dana Tapera yang totalnya mencapai Rp567 miliar.
Hasil dari pemeriksaan di tujuh provinsi. Rieke meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turut menyelidiki kasus ini.
Masalah pengelolaan dana yang menjadi sorotan membuat BP Tapera menyatakan bahwa kepesertaan wajib Tapera tidak akan sepenuhnya berlaku pada 2024. Seharusnya, Tapera berlaku paling lambat tujuh tahun sejak aturan ini dibuat pada 2020.
Baca juga: KJP Tahap 1 2024 Terlambat, Pemprov DKI Ungkap Penyebabnya
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penolakan Buruh terhadap TAPERA
Ada beberapa faktor utama mengapa demonstrasi buruh menolak program Tapera:
1. Ketidakpastian Kepemilikan Rumah
Salah satu alasan utama adalah ketidakpastian dalam memiliki rumah. Buruh diwajibkan memotong sebagian gaji mereka untuk iuran Tapera, tetapi tidak ada jaminan jelas bahwa mereka akan mendapatkan rumah setelah jangka waktu kepesertaan yang ditentukan.
2. Keberatan Terhadap Potongan Gaji
Buruh menolak program ini karena potongan gaji yang signifikan, yaitu sekitar 3 persen dari upah mereka setiap bulan.
Potongan gaji ini dianggap memberatkan, terutama dengan biaya hidup yang semakin tinggi.
3. Kepastian Program yang Meragukan
Buruh meragukan kepastian program Tapera. Mereka mengkritik bahwa program ini tidak memberikan jaminan cukup tentang bagaimana dana yang disetorkan akan dikelola dan digunakan untuk membangun rumah. Kurangnya kejelasan ini menimbulkan ketidakpercayaan.
4. Keresahan Terhadap Korupsi
Buruh khawatir dana yang mereka setorkan akan disalahgunakan atau dicurangi oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan program ini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan terhadap Tapera.
5. Tuntutan Skema yang Lebih Realistis
Buruh menuntut agar program Tapera direvisi dan disusun ulang dengan skema yang lebih realistis. Mereka berharap program ini dapat memberikan manfaat yang lebih nyata, seperti kemudahan akses ke rumah yang terjangkau dan kepastian kepemilikan rumah setelah masa kepesertaan.
Alasan-alasan ini mencerminkan kekhawatiran dan ketidakpuasan buruh terhadap program Tapera.
Mereka berharap pemerintah dapat mendengarkan aspirasi mereka dan melakukan perubahan yang lebih sesuai dengan kebutuhan serta kepentingan dari demonstrasi buruh.