Sebelum mengundurkan diri, Kim menyatakan bahwa seluruh keputusan terkait darurat militer berada di bawah tanggung jawabnya.
Sebagai figur utama dalam kebijakan tersebut, Kim tidak hanya menghadapi tekanan hukum tetapi juga beban moral yang luar biasa.
Insiden percobaan bunuh dirinya mencerminkan tekanan yang dialaminya di tengah gejolak politik ini.
Kegagalan darurat militer ini menunjukkan bagaimana keputusan otoriter dapat membawa dampak buruk pada stabilitas politik dan sosial.
Korea Selatan kini menghadapi pertanyaan besar tentang akuntabilitas pemimpin, pentingnya proses demokrasi, dan perlindungan hak-hak sipil.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa kekuasaan yang disalahgunakan dapat menimbulkan kehancuran, baik bagi individu maupun negara.
Baca juga: Profil Zanadin Fariz, Gelandang Muda Asal Bekasi Andalan STY di Piala AFF 2024
Refleksi untuk Indonesia: Bagaimana Kita Bisa Meningkatkan Akuntabilitas Pejabat Negara?
Di Indonesia, akuntabilitas pejabat negara sering kali menjadi masalah besar. Meskipun ada beberapa langkah yang diambil untuk memperbaiki sistem, banyak pejabat yang masih merasa kebal terhadap hukuman, meski kebijakan mereka terbukti merugikan rakyat.
Krisis yang terjadi di Korea Selatan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua tentang pentingnya adanya mekanisme yang dapat memastikan pejabat negara bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Percobaan bunuh diri Kim Yong-hyun menunjukkan bahwa di negara dengan sistem hukum yang tegas seperti Korea Selatan, konsekuensi bagi pejabat yang gagal sangat nyata.
Sementara itu, di Indonesia, banyak pejabat negara yang masih bisa menghindari pertanggungjawaban atas kebijakan yang mereka buat.
Ini adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi kembali sistem akuntabilitas kita dan memastikan bahwa para pemimpin kita benar-benar bertanggung jawab atas tindakan mereka demi kebaikan rakyat agar tidak ada seperti Eks Menhan Korea nyaris akhiri hidup.