Seorang figur publik dengan status anak presiden jelas memiliki banyak opsi transportasi yang lebih rasional jika memang masalah kesehatan menjadi pertimbangan utama.
Penggunaan jet pribadi, bahkan jika diklaim sebagai “nebeng teman,” tetap menimbulkan tanda tanya besar soal kepantasan dan potensi gratifikasi yang terlibat.
Semakin sering alasan yang dianggap tidak logis ini diulang, semakin besar pula rasa curiga masyarakat bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Alasan-alasan seperti ini, yang seolah dipaksakan untuk menghindari polemik lebih lanjut, justru berbalik menjadi bahan olok-olok dan memperkuat tuduhan adanya gratifikasi.
Baca juga: IoT Gak Ribet Kok! Yuk, Mulai dengan Arduino dan Raspberry Pi
Publik Mendesak KPK Segera Bertindak!
Di tengah spekulasi dan desakan publik, KPK tetap bungkam. Laporan yang diajukan oleh Masyarakat Antikorupsi (MAKI) terkait dugaan gratifikasi belum direspons secara serius oleh lembaga antirasuah tersebut.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa KPK enggan menangani kasus yang melibatkan keluarga presiden.
Ketiadaan langkah konkret dari KPK membuat masyarakat bertanya-tanya, apakah KPK masih independen, ataukah sudah tersandera oleh kekuasaan politik?
Meskipun KPK tidak sepenuhnya bungkam, lambatnya tindakan dalam menindaklanjuti laporan dugaan gratifikasi ini menimbulkan kecurigaan.
Publik menunggu tindakan konkret dari KPK, dan keterlambatan ini mengancam integritas lembaga antikorupsi.
Jika KPK terus mengalami keterlambatan dalam menangani kasus ini, akan semakin jelas bahwa penegakan hukum di Indonesia menghadapi krisis kepercayaan.
Ketidakmampuan KPK untuk bertindak tegas dalam kasus yang melibatkan anak presiden dapat merusak citra lembaga ini dan menggoyahkan kepercayaan publik terhadap hukum.