Dailynesia.co – Pada 22 Juni 2014, suasana Malioboro, Yogyakarta, yang terkenal sebagai jantung budaya dan pariwisata, semakin semarak dengan hadirnya sebuah karnaval megah bertajuk “Beruga Jenggala Nusantara”.
Acara ini merupakan bagian dari Jogja Fashion Week 2014 yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta, dan telah menjadi ajang tahunan yang dinantikan banyak orang.
Dalam edisi ke-9 ini, jalanan Malioboro diubah menjadi catwalk raksasa, di mana lebih dari 500 peserta, baik dari Indonesia maupun mancanegara seperti Thailand dan Australia, memamerkan kostum-kostum penuh warna dan beraneka ragam.
Karnaval ini menampilkan keindahan budaya Nusantara dengan mengangkat kekayaan dari berbagai daerah seperti Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, hingga Papua.
Marching band dari Universitas Gadjah Mada membuka acara dengan memainkan lagu “Yogyakarta” dari Kla Project, yang menggugah nuansa khas Malioboro di antara penonton.
Ribuan orang yang memadati jalanan menyaksikan dengan penuh antusiasme saat para peserta karnaval mengenakan kostum yang dirancang dengan detail tinggi, mulai dari selendang dan kain batik yang dibentuk menjadi sayap besar hingga mahkota yang megah.
Keindahan dan keunikan kostum ini memukau penonton, menjadikan Jogja Fashion Carnival sebagai salah satu event budaya yang tak terlupakan, dikutip dari Citraaryandari.com.
Baca juga: KJP Plus September 2024 Cair Awal Bulan? Simak Prediksinya
Evolusi Karnaval di Indonesia
Di Indonesia, karnaval pada umumnya dikaitkan dengan peringatan hari-hari besar atau ritual keagamaan.
Misalnya, di Surakarta, prosesi karnaval dilakukan dalam rangka menyambut bulan Syura dengan mengarak kyai Slamet, seekor kerbau bule, mengelilingi Keraton Kasunanan.
Ritual ini dipercaya membawa keselamatan bagi masyarakat setempat selama satu tahun ke depan.
Di Bali, karnaval sering kali terlihat dalam perayaan tradisional seperti Barong Nglawang dan Palebonan (prosesi ngaben).
Sementara itu, di Kasultanan Yogyakarta, terdapat upacara jamasan pusaka dan arak-arakan tumpeng sebagai simbol kebesaran kerajaan.
Namun, dalam dekade terakhir, fenomena di Indonesia mengalami perubahan dengan hadirnya busana yang menampilkan kreasi mode dan seni kontemporer.
Salah satu busana paling terkenal adalah Jember Fashion Carnival (JFC), yang diinisiasi oleh Dynan Fariz, seorang putra daerah Jember.
JFC berhasil mengejutkan dunia fashion Indonesia karena mampu mengangkat nama Jember, sebuah kota yang jauh dari pusat mode, menjadi pusat perhatian internasional.
Kesenian dan budaya hybrid yang muncul dari perpaduan tradisi lokal dengan kreativitas kontemporer menjadikan JFC sebagai fenomena yang unik dan menjadi inspirasi bagi berbagai daerah.
Baca juga: Perang Melawan Judi Online, Saatnya Masyarakat Bersatu
JFC: Simbol Hybriditas Budaya di Indonesia
Jember Fashion Carnival telah mengubah cara pandang masyarakat Indonesia terhadap karnaval.
Pada awalnya, masyarakat Jember yang konservatif menganggap kegiatan ini kontroversial karena menampilkan busana yang “nyleneh” dan berbeda dari pakaian sehari-hari.
Namun, seiring berjalannya waktu, JFC justru menunjukkan bahwa hibriditas budaya, yang menggabungkan unsur-unsur tradisional dengan inovasi modern, dapat menciptakan identitas baru yang menarik dan memperkaya kebudayaan Indonesia.
JFC juga menunjukkan bahwa meskipun mode seperti ini tidak memiliki sejarah panjang di Indonesia, mereka tetap mampu menciptakan dampak yang signifikan.
Kehadiran JFC di tingkat internasional, seperti di Rio de Janeiro Carnival atau Nottinghill Carnival, menunjukkan bahwa budaya ini memiliki potensi untuk diadopsi dan disesuaikan dengan berbagai konteks budaya di seluruh dunia.
Baca juga: Pontianak Berduka: Ahmad Nizam Ditemukan Tak Bernyawa
Fenomena Global dengan Akar Sejarah yang Dalam
Sejarah karnaval sendiri dapat ditelusuri hingga ke Eropa, khususnya di Italia, dengan tradisi carnevale yang berarti “menyingkirkan daging”.
Tradisi ini dimulai sebagai festival kostum liar sebelum masa Prapaskah, di mana umat Katolik diharuskan berpantang makan daging.
Seiring dengan penyebaran agama Katolik dan kolonialisasi Eropa, tradisi karnaval menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Karibia, yang kemudian menjadi tempat lahirnya salah satu karnaval terbesar di dunia, Rio de Janeiro Carnival.
Di Karibia, tradisi karnaval mengalami hibriditas dengan budaya Afrika yang dibawa oleh budak.
Orang Afrika yang memiliki kebiasaan mengenakan kostum dan topeng dalam ritual spiritual, mulai mengintegrasikan elemen-elemen ini ke dalam karnaval yang diperkenalkan oleh orang Eropa.
Hasilnya adalah sebuah perpaduan budaya yang unik, di mana kostum dan musik tradisional Afrika, seperti samba, menjadi bagian integral dari perayaan karnaval di wilayah tersebut.
Karnaval, baik yang berbasis sejarah maupun yang muncul tanpa sejarah, seperti yang terlihat di Indonesia dan Karibia, adalah fenomena budaya yang menakjubkan.
Mereka mencerminkan kemampuan manusia untuk beradaptasi, berinovasi, dan menciptakan identitas budaya baru melalui proses hibriditas.
Jogja Fashion Carnival dan Jember Fashion Carnival adalah bukti nyata bahwa karnaval, dengan segala keragaman dan keunikannya, terus berkembang menjadi bagian penting dari kehidupan budaya di Indonesia dan dunia.