Kembali Terpilihnya Puan Sebagai Ketua DPR dan Pertemuan Prabowo-Megawati: Demokrasi atau Dominasi?

Kembali terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI periode 2024-2029 bukanlah sebuah kejutan. Namun, apakah ini menandakan ketiadaan oposisi kedepan?

Kembali terpilihnya Puan sebagai Ketua DPR
Kembali Terpilihnya Puan di DPR/Citizen

Dailynesia.co – Kembali terpilihnya Puan sebagai Ketua DPR membuat masyarakat lebih pesimis mengenai nasib demokrasi negara ini.

Dalam pidatonya setelah terpilih, Puan Maharani menegaskan bahwa DPR akan menampung aspirasi rakyat seluas-luasnya, memastikan suara rakyat tidak hanya didengar, tetapi juga diteruskan ke komisi-komisi terkait.

Sementara itu, Adies Kadir dari Golkar sebagai Wakil Ketua DPR, bersama dengan Sufmi Dasco Ahmad dari Gerindra, Saan Mustopa dari NasDem, dan Cucun Ahmad Syamsurijal dari PKB, berjanji untuk melanjutkan program-program yang telah dirintis sebelumnya.

Sayangnya, janji ini terasa hampa, mengingat tidak ada oposisi yang kuat untuk benar-benar memastikan pertanggungjawaban atas janji-janji tersebut.

Baca juga: Seleksi PPPK 2024 Pakai E-Materai? BKN Beri Penjelasan yang Wajib Pelamar Ketahui

Puan Kembali Terpilih sebagai Ketua DPR: Kuasa Mutlak PDIP?

Kembali Terpilihnya Puan di DPR
Kembali terpilihnya Puan sebagai Ketua DPR/Kompas

Pertemuan yang diantisipasi antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, yang disebut-sebut tinggal menghitung hari, semakin mempertegas ketidakberadaan oposisi.

Prabowo, yang kini terpilih sebagai Presiden, tidak hanya berupaya menyatukan kekuatan dengan PDIP tetapi juga memperkuat hegemoni koalisi di parlemen.

Dengan kata lain, Indonesia berisiko memasuki era di mana tidak ada oposisi yang signifikan—sebuah skenario yang sangat membahayakan demokrasi.

Tanpa oposisi yang kuat, siapa yang akan mengkritisi kebijakan yang merugikan rakyat?

Siapa yang akan memastikan bahwa pemerintah bekerja untuk kepentingan publik, bukan kepentingan partai atau kelompok tertentu?

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi penting ketika semua partai besar berkumpul di bawah satu bendera, menyingkirkan peran kritis oposisi.

Baca juga: DPR Kerja 5 Tahun Dapat Pensiun Seumur Hidup: Enaknya di Kursi Empuk, Negara Jadi ATM!

Kembali Terpilihnya Puan di DPR dan Konsolidasi Kekuasaan

Kembali terpilihnya Puan di DPR bersama dengan empat Wakil Ketua dari partai-partai besar ini membawa dampak besar bagi sistem checks and balances di Indonesia.

DPR yang idealnya menjadi pengawas eksekutif kini justru menjadi bagian dari pemerintahan.

Akibatnya, rakyat kehilangan satu-satunya lembaga legislatif yang bisa menjadi penyeimbang kekuasaan.

Dengan konsolidasi kekuatan seperti ini, DPR lebih berisiko menjadi “stempel” bagi kebijakan eksekutif daripada menjadi lembaga yang mandiri dan kritis.

Hal ini bertentangan dengan janji Puan yang menyatakan bahwa DPR akan menampung aspirasi rakyat.

Dalam situasi seperti ini, aspirasi rakyat lebih cenderung diabaikan atau dipolitisasi, daripada benar-benar diakomodasi.

Baca juga: Inggris Resmi Tinggalkan Batu Bara Setelah 140 Tahun: Bagaimana Transisi Energi Hijau Dimulai?

Apa Bahayanya Jika Tidak Ada Oposisi?

Kembali Terpilihnya Puan di DPR
Kembali terpilihnya Puan sebagai Ketua DPR/Indopos

Ketidakberadaan oposisi menimbulkan banyak risiko. Salah satu risiko utamanya adalah tidak adanya pihak yang dapat mengawasi dan mempertanyakan kebijakan pemerintah secara objektif.

Selain itu, tanpa adanya oposisi yang kritis, kebijakan yang dihasilkan cenderung tidak seimbang, cenderung menguntungkan pihak tertentu, dan berisiko mengabaikan kepentingan masyarakat luas.

Lebih jauh lagi, demokrasi yang sehat membutuhkan perbedaan pandangan dan wacana yang beragam.

Namun, dengan semakin melemahnya peran oposisi, Indonesia berisiko mengalami regresi demokrasi.

Hal ini bisa membawa pada situasi di mana rakyat tidak lagi memiliki saluran untuk menyuarakan ketidakpuasan, dan pada akhirnya, masyarakat akan merasa apatis terhadap politik.

Baca juga: Rugi Triliunan! 3.68 Juta Ton Air Kelapa Terbuang, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Demokrasi atau Dominasi?

Kembali terpilihnya Puan sebagai Ketua DPR dan pertemuan antara Prabowo dan Megawati memicu kekhawatiran serius tentang masa depan demokrasi di Indonesia.

Tanpa oposisi yang kuat, DPR berisiko kehilangan jati dirinya sebagai lembaga pengawas yang kritis.

Sementara janji untuk menampung aspirasi rakyat disuarakan, kenyataannya, konsolidasi kekuasaan ini bisa membuat suara rakyat tenggelam dalam hegemoni koalisi.

Era baru ini bukan hanya menguji kesetiaan para politisi terhadap rakyat, tetapi juga menjadi ujian besar bagi masa depan demokrasi Indonesia.

Akankah kita memilih demokrasi yang sehat dengan oposisi yang kuat, atau justru terjebak dalam dominasi satu kelompok yang tanpa perlawanan?

Leave a Reply