Dailynesia.co – Media sosial kembali dihebohkan dengan fenomena yang melibatkan simbol Peringatan Darurat Garuda Biru. Tagar “Kawal Putusan MK” pun turut merajai trending topic, menciptakan gelombang diskusi luas di kalangan netizen.
Apa sebenarnya yang melatarbelakangi munculnya gerakan ini? Dan mengapa masyarakat begitu gencar mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK)?
Baca juga: Fakta Menarik Taman Kusuma Bangsa di IKN. Ada Patung Ir Soekarno dan Muhammad Hatta
Kawal Putusan MK: Aksi Netizen Melawan Perubahan?
Gerakan “Kawal Putusan MK” bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak perubahan syarat batas usia calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.
Putusan ini menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah harus dipenuhi saat penetapan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, keputusan ini direspons dengan adanya revisi Undang-undang (UU) Pilkada oleh DPR, yang dianggap oleh sebagian netizen sebagai upaya untuk mengubah syarat usia tersebut.
Gambar Peringatan Darurat Garuda Biru yang viral di berbagai platform seperti X (dulunya Twitter) dan Instagram, merupakan simbol dari perlawanan masyarakat terhadap perubahan tersebut.
Netizen menggunakan tagar “Kawal Putusan MK” sebagai bentuk protes dan solidaritas untuk menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Kemenkumham Buka 7.214 Formasi CPNS 2024 untuk Lulusan SMA
Mengapa Gerakan Ini Begitu Viral?
Popularitas tagar “Kawal Putusan MK” yang mencapai ratusan ribu cuitan mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan manipulasi politik.
Tagar ini menjadi simbol perlawanan terhadap upaya revisi UU Pilkada yang dianggap tidak sejalan dengan putusan MK.
Dengan tokoh-tokoh masyarakat dan media massa turut menyuarakan gerakan ini, viralnya Peringatan Darurat Garuda Biru menjadi bukti nyata bahwa netizen memiliki kekuatan besar dalam memengaruhi opini publik dan menjaga akuntabilitas para pemimpin.
Gerakan tagar ini dan Peringatan Darurat Garuda Biru menegaskan betapa pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses demokrasi.
Melalui media sosial, netizen tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga pengawal yang kritis terhadap kebijakan dan keputusan yang berdampak luas.
Mengawal putusan MK bukan hanya tentang menjaga hukum, tetapi juga tentang memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.