Kantor Kekayaan Intelektual Korea (KIPO) langsung memberikan pernyataan resmi terkait masalah ini, dengan mengatakan bahwa potensi kebingungan merek ini cukup tinggi.
Mereka menyebutkan bahwa penggunaan kata “Korean Ramyeon” dan penggunaan bahasa Korea dalam iklan bisa membuat konsumen Indonesia atau internasional berpikir bahwa produk ini adalah produk asli Korea.
Meski begitu, KIPO belum mengambil langkah hukum, dan mereka menekankan pentingnya pembicaraan lebih lanjut dengan pihak berwenang Indonesia untuk membahas masalah ini.
Namun, kontroversi kolaborasi NewJeans dan Indomie ini menunjukkan pentingnya regulasi yang lebih ketat terkait hak kekayaan intelektual, terutama ketika melibatkan pengaruh budaya dan identitas nasional yang sangat kuat.
Di satu sisi, langkah Indomie bisa dianggap sebagai strategi pemasaran yang cerdas untuk menembus pasar global, namun di sisi lain, ini juga membuka diskusi panjang tentang tanggung jawab dalam menggunakan elemen budaya asing dalam branding produk.
Pengaruh Kolaborasi terhadap Citra Global Indomie
Walaupun kontroversi ini tidak dapat diabaikan, kolaborasi antara NewJeans dan Indomie menunjukkan bagaimana K-pop dan budaya Korea telah mendominasi pasar global, termasuk dalam dunia pemasaran produk.
Dengan menggunakan popularitas grup K-pop yang sedang naik daun, Indomie berhasil memperkenalkan produk baru dengan cara yang sangat relevan bagi generasi muda, terutama di Asia Tenggara dan pasar internasional lainnya.
Namun, ini juga membuka potensi ketidakseimbangan dalam pemahaman budaya. Apakah menggunakan elemen budaya Korea untuk mempromosikan produk Indonesia adalah langkah yang bijak atau justru melangkahi batas sensitifitas budaya?