Namun, jumlah ini jauh dari angka sebenarnya. Data imigrasi Kamboja menyebutkan, hingga September 2024, ada sekitar 123 ribu WNI yang masuk ke negara tersebut, dengan 89 ribu di antaranya memiliki izin tinggal.
Ketimpangan besar antara data resmi dan yang terlapor menunjukkan bahwa banyak WNI tidak menyadari pentingnya lapor diri atau justru sengaja menyembunyikan keberadaannya.
Baca juga: Legal dan Aman: 5 Aplikasi Beli Saham Luar Negeri yang Terdaftar di OJK
Industri Gelap yang Terorganisir
Penipuan online di Kamboja telah berkembang menjadi industri gelap yang terorganisir. Beberapa WNI bahkan diketahui sadar akan pekerjaan mereka sebagai scammer sebelum berangkat.
Tawaran pekerjaan seperti “customer service” atau “marketing” hanyalah kedok. Dalam praktiknya, mereka harus menjalankan operasi penipuan daring, sering kali di bawah tekanan atau ancaman.
Situasi ini menunjukkan bahwa penipuan daring telah menjadi mata pencaharian baru yang menggiurkan bagi sejumlah pihak, tetapi membawa dampak buruk bagi para korban.
Baca juga: Alarm Ekonomi! Rupiah Melemah ke Rp16.000 per USD: Bayang-Bayang Krisismon Semakin Nyata?
Mengapa WNI Mudah Terjebak?
Salah satu alasan utama WNI terjebak dalam 77 persen kasus WNI di Kamboja sebagai penipuan daring adalah iming-iming gaji besar yang sulit didapatkan di Indonesia.
Ditambah lagi, para perekrut semakin berani memasarkan lowongan pekerjaan palsu, bahkan secara terbuka menyebutkan bahwa pekerjaan tersebut melibatkan kegiatan ilegal seperti penipuan daring.
Minimnya edukasi dan pengawasan terhadap masyarakat, terutama di daerah yang rentan secara ekonomi, turut memperburuk masalah ini.
Banyak korban yang tidak menyadari risiko besar yang menyertai pekerjaan ini hingga terlambat.