Dailynesia.co – Keterkaitan Wabah Mpox dan Pemilu AS menjadi topik hangat yang menarik perhatian.
Wabah Mpox, yang kini dinyatakan sebagai darurat kesehatan global oleh WHO, muncul bersamaan dengan ketidakpastian seputar Pemilu Presiden AS mendatang.
Dalam konteks ini, berbagai teori konspirasi mulai bermunculan, mengklaim adanya hubungan antara keduanya.
Apakah ini sekadar spekulasi atau ada kebenaran di balik klaim tersebut?
Baca juga: Tak Perlu Antri di Klinik! Ini Cara Mudah Memanggil Dokter ke Rumah Anda
Wabah Mpox dan Konteks Politik AS
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia disuguhkan serangkaian wabah, mulai dari COVID-19 hingga Mpox, yang menimbulkan berbagai spekulasi tentang keterlibatan aktor-aktor global dalam pembuatannya.
Mpox, yang sebelumnya hanya ditemukan di wilayah Afrika, kini menyebar ke seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan Eropa.
Anehnya, lonjakan kasus Mpox bertepatan dengan peristiwa-peristiwa politik penting, seperti Pemilu Presiden AS yang semakin dekat.
Teori konspirasi muncul bahwa wabah Mpox adalah alat yang digunakan oleh pihak tertentu untuk mempengaruhi jalannya pemilu.
Dalam konteks Pemilu AS, teori ini diperkuat oleh pernyataan dan klaim beberapa politisi bahwa pandemi seperti Mpox atau COVID-19 dapat menjadi alasan untuk melakukan manipulasi pemilu melalui kebijakan lockdown dan peningkatan penggunaan surat suara via pos.
Donald Trump, salah satu kandidat presiden dari Partai Republik, telah secara terbuka mengkritik penggunaan pandemi untuk memanipulasi pemilu, menuding pihak-pihak tertentu berusaha membangkitkan ketakutan akan lockdown untuk meraih keuntungan politik.
Baca juga: DC Pinjol Apa Saja yang Datang ke Rumah? Penting Sebelum Ajukan Pinjaman
Benarkan ada Keterkaitan Wabah Mpox dan Pemilu AS?
Dalam beberapa forum online, pengamat konspirasi menyatakan bahwa wabah Mpox adalah bagian dari upaya menciptakan krisis yang sengaja dirancang untuk mempengaruhi hasil Pemilu AS.
Seperti yang terjadi pada COVID-19, kebijakan-kebijakan kesehatan masyarakat yang diambil akibat wabah seringkali menghasilkan polarisasi di masyarakat, terutama terkait lockdown, mandat vaksin, dan sistem pemungutan suara.
Kasus Mpox tahun ini menambah dimensi baru pada ketakutan ini, di mana konspirator mengaitkan peningkatan kasus Mpox dengan taktik manipulasi pemilu yang pernah dipakai sebelumnya selama pandemi COVID-19.
Di sisi lain, beberapa media di Rusia dan negara lain telah mengeklaim bahwa Mpox mungkin diciptakan di laboratorium yang dibiayai Amerika Serikat.
Narasi ini mirip dengan teori yang beredar saat pandemi COVID-19.
Rusia menuduh bahwa laboratorium-laboratorium AS di Ukraina dan Afrika bertanggung jawab atas penyebaran patogen yang digunakan sebagai senjata biologis.
Klaim ini belum didukung oleh bukti konkret, tetapi narasi ini telah diterima oleh kelompok-kelompok yang mencurigai keterlibatan elit global dalam permainan geopolitik.
Baca juga: Virtual Reality dalam Pendidikan: Belajar Menjadi Lebih Menarik
Pemilu AS: Manipulasi atau Kebetulan?
Pertarungan politik antara Donald Trump dan Kamala Harris memanas di tengah peningkatan kekhawatiran terhadap Mpox.
Trump sendiri telah menyoroti bagaimana wabah ini dapat menjadi alat untuk mengontrol jalannya pemilu melalui pembatasan sosial dan peningkatan penggunaan surat suara via pos.
Pada tahun 2020, ketika pandemi COVID-19 melanda, pemilihan dengan surat suara meningkat drastis, dan Trump menuduh hal ini sebagai penyebab kecurangan pemilu yang mengakibatkan kekalahannya dari Joe Biden.
Kini, dengan munculnya Mpox, spekulasi bahwa situasi serupa dapat terulang pada Pemilu 2024 semakin berkembang.
Para pendukung Trump telah mempromosikan gerakan “Do Not Comply” sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan kesehatan yang dianggap sebagai sarana manipulasi politik.
Mereka berpendapat bahwa lockdown, mandat vaksin, dan kebijakan lain yang serupa dapat mengurangi transparansi pemilu dan memengaruhi hasil suara.
Keterkaitan Wabah Mpox dan Pemilu AS menyisakan banyak pertanyaan dan spekulasi.
Apakah wabah ini merupakan ancaman nyata yang dirancang untuk menciptakan kekacauan menjelang pemilu, ataukah ini hanya bagian dari strategi propaganda global?