Dailynesia.co – Pada 2020, Indonesia sempat diakui sebagai negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income) oleh Bank Dunia, namun Ekonomi Indonesia Turun dalam Setahun kemudian yang kembali menjadikan negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Penurunan ini jelas memicu pertanyaan kritis: apakah benar pandemi Covid-19 menjadi satu-satunya faktor penyebab?
Ataukah ada kebijakan yang salah yang membuat ekonomi Indonesia makin terpuruk?
Baca juga: Maarten Paes Tepis Tendangan Penalti Pemain Arab Saudi, Netizen: Menyala!
Ekonomi Indonesia Turun dalam Setahun: Realita atau Kesejahteraan Semu?
Ketika pandemi melanda, Indonesia menerima berbagai bantuan dari pemerintah yang mengalir deras ke masyarakat.
Bantuan ini membuat konsumsi masyarakat meningkat, dan ekonomi terlihat seolah-olah tumbuh.
Namun, apakah pertumbuhan tersebut nyata? Banyak yang berpendapat bahwa kenaikan status Indonesia sebagai negara upper middle income pada tahun 2020 adalah kesejahteraan semu.
Konsumsi meningkat karena bantuan, bukan karena peningkatan pendapatan nyata. Ketika bantuan berhenti, ekonomi yang rapuh terungkap, dan kelas menengah Indonesia kembali turun.
Pada kenyataannya, penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal seperti pandemi, tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan dalam negeri dan dinamika ekonomi global.
Salah satu faktor eksternal lainnya adalah kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) sejak Maret 2022.
Tujuannya adalah untuk mengerem laju inflasi di Amerika Serikat, namun dampaknya dirasakan secara global, termasuk Indonesia.
Orang-orang cenderung menyimpan uang mereka di bank, sehingga transaksi dan konsumsi menurun.
Pada Maret 2024, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) juga mencapai level yang cukup tinggi, yaitu 6%. Ini menandakan adanya risiko krisis ekonomi yang lebih dalam.
Ketergantungan pada Sumber Daya Alam: Tanda Kegagalan Struktural?
Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor komoditas seperti minyak sawit dan batu bara, yang merupakan bentuk paling dasar dari ekonomi berbasis sumber daya alam.
Di negara-negara maju, sektor jasa dan manufaktur mendominasi perekonomian, sementara sektor sumber daya alam biasanya memainkan peran yang lebih kecil.
Ketika negara lain beralih ke manufaktur dan jasa, Indonesia tampaknya tertahan di rantai nilai ekonomi yang paling rendah.
Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa meskipun tampak berkembang, struktur ekonomi Indonesia masih lemah.
Baca juga: Dishub Batam Mulai Terapkan Pembayaran Parkir Non Tunai Gunakan QRIS
Masyarakat Terjebak dalam Konsumsi Tak Produktif
Faktor internal lainnya yang memperburuk kondisi ekonomi Indonesia adalah perilaku konsumsi yang tidak produktif di kalangan masyarakat.
Misalnya, kerugian akibat judi online di Indonesia diperkirakan mencapai 600 triliun rupiah per tahun, sementara pinjaman online menyumbang kerugian hingga 120 triliun rupiah.
Selain itu, Sisa makanan yang terbuang mencapai 500 triliun rupiah setiap tahunnya, serta kemacetan yang menyebabkan kerugian hingga 100 triliun rupiah.
Semua ini menciptakan “hilangnya uang sia-sia” yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan ekonomi yang lebih produktif.
Ekonomi Indonesia Turun dalam Setahun dari data 2020-202 dari status upper middle income menjadi lower middle income tidak hanya berhenti di tahun 2021, tetapi dampaknya semakin terasa hingga tahun 2024.
Tingginya suku bunga acuan, ketergantungan pada ekspor sumber daya alam, serta perilaku konsumsi masyarakat yang tidak produktif telah membawa Indonesia semakin mendekati titik kritis.
Saat ini, tanda-tanda krisis ekonomi dan resesi sudah jelas terlihat, dan tanpa perbaikan kebijakan yang tepat, kondisi ini berpotensi terus memburuk.